
Pantau.com - Seorang pelajar asal Yogyakarta bernama Daffa Adzin Albazith harus kehilangan nyawanya usai diserang orang tak dikenal dengan senjata tajam saat ia sedang mencari makan untuk sahur.
Atas serangan mendadak tersebut, Daffa mendapatkan luka di bagian muka yang begitu parah akibat hantaman senjata tajam itu.
Serangan yang disebut klitih seperti itu bukan kali ini terjadi. Yogyakarta sebagai kota pelajar yang humanis, berubah menjadi daerah mengerikan. Tidak bersahabat, bukan saja bagi orang asli Yogyakarta, tapi juga wisatawan. Kini, Yogyakarta darurat klitih.
Apa itu klitih? Dari berbagai sumber, klitih pada awalnya memiliki arti yang positif yakni mengisi kegiatan di luar rumah untuk mengisi waktu luang. Atau, mengisi waktu luang dengan jalan-jalan keliling kota tanpa tujuan.
Namun, belakang kata klitih begitu menyeramkan di dengar telinga. Klitih menjadi aksi kekerasan jalanan dengan menyasar pengendara motor atau orang yang lewat pada malam hari.
Umumnya, para pelaku klitih adalah anak-anak remaja alias ABG. Saat beraksi, mereka begitu bengis, tidak ada ampun terhadap korbannya. Padahal, aksi mereka tidak didasari dendam.
Menyikapi fenomena klitih, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X berharap para orang tua membangun kepedulian bersama mencegah kasus kejahatan jalanan yang hingga kini masih muncul di wilayahnya.
"Memang kami tidak bisa kalau masyarakatnya sendiri, orang tuanya sendiri tidak bisa mengendalikan anaknya. Kami bisanya kan hanya punya harapan," kata Sultan HB X di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin, 4 April 2022.
Menurut Sultan, tanpa kesadaran dari para orang tua, pihaknya sulit menerapkan aturan yang bersifat memaksa untuk mengatasi kejahatan atau kerap disebut klitih yang rata-rata dilakukan oleh remaja.
"Kalau kami melakukan sesuatu yang sifatnya pemaksaan kan juga nanti melanggar hukum," kata Ngarsa Dalem sapaan Sultan HB X.
Berbagai upaya pembinaan, menurut Sultan, telah dilakukan untuk menangani para pelaku klitih, khususnya para anak di bawah umur. Namun, selalu menghadapi tantangan di lapangan.
Pada tahun 2021, Pemda DIY juga telah menyusun program pembinaan anak bawah umur yang berhadapan dengan hukum dan berstatus diversi, khususnya terkait dengan kasus kejahatan jalanan.
"Ya, sekarang hal seperti itu dimungkinkan atau tidak? Kami lagi cari cantelan aturannya. Soalnya kalau tidak ada cantelannya kan tidak bisa, mau bikin pergub (peraturan gubernur) pun enggak bisa," ujar Sultan.
Bagi Sultan, peristiwa kejahatan jalanan di Yogyakarta pada Minggu dini hari, 3 April 2022 yang telah menewaskan seorang pelajar harus diproses hukum sekalipun pelakunya di bawah umur.
"Kalau itu menurut saya pelanggaran hukum, bukan klitih. Itu kenakalan anak saja tetapi sudah terlalu jauh," ujar Raja Keraton Yogyakarta ini.
Sebelumnya, seorang pelajar di Daerah Istimewa Yogyakarta tewas setelah terkena sabetan benda tajam oleh pelaku kejahatan jalanan di Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta, Minggu dini hari, 3 April 2022.
Korban sempat dilarikan ke RSUP Hardjolukito oleh petugas Direktorat Sabhara Polda DIY yang sedang berpatroli. Namun, nyawanya tak tertolong.
Polda DIY hingga kini masih mengejar dan mengusut identitas para pelaku dengan memintai keterangan para saksi.
"Kami masih melakukan pendalaman. Olah TKP kami lakukan berkali-kali dan mencari saksi lagi," kata Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi.
- Penulis :
- Aries Setiawan