
Pantau - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebutkan dua nama baru tersangka kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat ATR 72-600 CRJ-1000 di PT Garuda Indonesia. Kedua nama tersebut yakni Emirsyah Satar dan Soetikno Soedardjo.
"Bisa saja kita sangkakan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kami masih lihat perkembangan kasusnya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, Rabu (6/7/2022).
Ketut belum menjelaskan lebih lanjut mengenai hal ini. Dia hanya mengatakan akan melihat perkembangan lebih lanjut.
"Kita lihat perkembangannya ke depan," ucap Ketut.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai penetapan Emirsyah Satar sebagai tersangka bisa menjadi babak baru dalam pengusutan perkara. Belakangan ini, keluarga Mantan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dikaitkan dengan kasus tersebut.
Uchok menilai kasus Garuda memang kental dengan muatan politis.
"Kesan politiknya memang terasa. Apa yang dilakukan Kejaksaan Agung untuk mematikan Garuda. Yang paling penting, kasus ini terbongkar dulu oleh Kejaksaan," ungkapnya.
Ketua DPP Serikat Karyawan Garuda Indonesia, Tomy Tampatty menilai dugaan keterlibatan Emirsyah Satar dalam pusara kasus telah diketahui sejak lama. Bahkan telah dilaporkan sejak tahun 2006 dan 2010, tepatnya di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kami kirim laporan ke Bapak Presiden SBY, tapi semuanya tidak ada tanggapan," kata Tomy.
Diberitakan sebelumnya, para tersangka bersama Emirsyah Satar, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia, dan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik mengevaluasi dan menetapkan pemenang pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten, dan tidak akuntabel.
Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600, yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip PPÀ, prinsip pengadaan BUMN, dan business judgment rule, mengakibatkan pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan; sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,8 triliun.
Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
"Bisa saja kita sangkakan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kami masih lihat perkembangan kasusnya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, Rabu (6/7/2022).
Ketut belum menjelaskan lebih lanjut mengenai hal ini. Dia hanya mengatakan akan melihat perkembangan lebih lanjut.
"Kita lihat perkembangannya ke depan," ucap Ketut.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai penetapan Emirsyah Satar sebagai tersangka bisa menjadi babak baru dalam pengusutan perkara. Belakangan ini, keluarga Mantan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dikaitkan dengan kasus tersebut.
Uchok menilai kasus Garuda memang kental dengan muatan politis.
"Kesan politiknya memang terasa. Apa yang dilakukan Kejaksaan Agung untuk mematikan Garuda. Yang paling penting, kasus ini terbongkar dulu oleh Kejaksaan," ungkapnya.
Ketua DPP Serikat Karyawan Garuda Indonesia, Tomy Tampatty menilai dugaan keterlibatan Emirsyah Satar dalam pusara kasus telah diketahui sejak lama. Bahkan telah dilaporkan sejak tahun 2006 dan 2010, tepatnya di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kami kirim laporan ke Bapak Presiden SBY, tapi semuanya tidak ada tanggapan," kata Tomy.
Diberitakan sebelumnya, para tersangka bersama Emirsyah Satar, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia, dan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik mengevaluasi dan menetapkan pemenang pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten, dan tidak akuntabel.
Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600, yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip PPÀ, prinsip pengadaan BUMN, dan business judgment rule, mengakibatkan pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan; sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,8 triliun.
Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
#Susilo Bambang Yudhoyono#Emirsyah Satar#Soetikno Soedardjo#PT Garuda Indonesia#Garuda Indonesia#Dirut Garuda
- Penulis :
- renalyaarifin