
Pantau - Pesawat Lion Air JT 610 tipe Boeing 737 Max 8 bernomor registrasi PK-LQP jatuh hancur lebur di perairan Tanjung Pakis, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada 29 Oktober 2018 setelah dilaporkan hilang kontak.
Empat tahun yang lalu, pesawat yang terbang dari Bandara Soekarno-Hatta (Banten) menuju Bandara Depati Amir Pangkalpinang (Bangka Belitung) itu membawa 189 orang, yang terdiri atas penumpang, serta pilot dan awak pesawat.
Kejadian ini menjadi luka dalam untuk keluarga korban yang ditinggalkan. Apalagi santunan dari pihak Lion menyerahkan mandat kepada lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebagai wadah mengelola dana bantuan.
Parahnya, setelah ditelusuri, Juli 2022 ACT diduga menyelewengkan dana santunan ini.
Bareskrim Polri kembali memanggil mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT saat ini Ibnu Khajar guna diperiksa pada Selasa (12/7/2022).
Pemeriksaan terhadap Ahyudin sert Ibnu dilakukan sejak Jumat (8/7/2022) dan Senin (11/7/2022).
“Dilanjut besok (hari ini) jam 13. Ibnu, Ahyudin, bagian kemitraan dan keuangan,” ujar Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmadi, Senin (11/7/2022).
Usai pemeriksaan kedua pada Senin (11/7/2022), polisi menaikkan status penanganan perkara ACT ke tingkat penyidikan. Artinya, polisi menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam kasus itu.
Berikut foto-foto keluarga dengan korban pesawat t Lion Air JT 610 tipe Boeing 737 yang dihimpun Pantau.com;
[caption id="attachment_252876" align="alignnone" width="693"]
Muhammad Sidik (kanan) orang tua dari Doddy Junaidi (40) yang menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 menunjukkan foto anaknya yang berprofesi jaksa di kediamannya di Rempoa, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (30/10/2018). Berdasarkan daftar penumpang Doddy Junaidi merupakan salah satu jaksa dari empat jaksa yang menjadi penumpang pesawat Lion Air JT 610 yang bertugas sebagai Kasipidsus di Kejari Pangkal Pinang. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/wsj.[/caption]
[caption id="attachment_252881" align="alignnone" width="695"]
Pihak keluarga menunjukan foto Firmansyah Akbar salah satu korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di desa Nagrak, Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (30/10/2018). Firmansyah Akbar yang merupakan Kepala Seksi KPP Pratama Pangkal Pinang menjadi salah satu korban pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan laut utara Karawang. ANTARA FOTO/Nurul Ramadhan/wsj.[/caption]
[caption id="attachment_252883" align="alignnone" width="686"]
Seorang kerabat memegangi foto salah seorang pramugari pesawat Lion Air JT 610 yang mengalami kecelakaan, Alfiani Hidayatul Solikah di depan kedua orangtua Alfiani, Slamet (kiri) dan Kartini (kedua kiri) di rumahnya Desa Mojorejo, Kebonsari, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (30/10/2018). Alfiani merupakan salah seorang pramugari yang ikut dalam penerbangan pesawat Lion Air JT 610 yang mengalami kecelakaan di perairan Karawang Jawa Barat. ANTARA FOTO/Siswowidodo/wsj.[/caption]
[caption id="attachment_252884" align="alignnone" width="701"]
Istri korban menunjukkan foto Ibnu Hartono 33 tahun salah satu penumpang pesawat Lion Air JT 610 di komplek perumahan PELNI Sukmajaya Depok, Jawa Barat, Selasa (30/10/2018). Korban bertolak dari Jakarta ke Pangkal Pinang dalam masa pengabdian Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). ANTARA FOTO/Kahfie Kamaru/wsj.[/caption]
[caption id="attachment_252885" align="alignnone" width="702"]
Kerabat menunjukkan foto salah satu korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610, Joyo Nuroso (kedua kiri) di kediamannya di Kampung Batik Rejomulyo, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/10/2018). Joyo Nuroso yang merupakan karyawan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di Pangkalpinang menjadi salah satu korban korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 61. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.[/caption]
[caption id="attachment_252886" align="alignnone" width="713"]
Lutfiani (23) menunjukkan foto suaminya bernama Deryl Fida Febrianto (22) yang merupakan salah satu penumpang pesawat Lion Air JT-610, di Simo Pomahan Baru No. 67, Surabaya, Jawa Timur, Senin (29/10/2018). Pesawat Lion Air JT 610 tujuan Jakarta-Pangkal Pinang yang mengangkut 189 penumpang dan awak maskapai tersebut mengalami kecelakaan di perairan Karawang, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/wsj.[/caption]
[caption id="attachment_252887" align="alignnone" width="702"]
Istri korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 Imas Heniyati menunjukkan foto suaminya, Bambang Rozali Usman (kiri), di Desa Pasuruan Lor, Jati, Kudus, Jwa Tengah, Senin (29/10/2018). Bambang Rozali Usman merupakan Kepala Subbagian Kantor Wilayah DJPB Bangka Belitung yang menjadi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 di perairan Karawang, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/wsj.[/caption]
[caption id="attachment_252888" align="alignnone" width="695"]
Orang tua salah seorang penumpang pesawat jatuh Lion Air JT610 atas nama Arif Yustian menunjukan foto anaknya, di rumahnya di kawasan Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, Senin (29/10/18). Arif Yustian diduga merupakan penumpang pesawat Lion Air JT610 rute Jakarta-Pangkal Pinang yang jatuh di perairan Tanjung Karawang. Namun namanya tidak masuk dalam daftar manifest penumpang yang beredar. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.[/caption]
[caption id="attachment_252890" align="alignnone" width="719"]
Keluarga menangis sambil menunjukkan foto Agil Nugroho Septian saat wisuda di rumahnya Desa Dukuhwringin, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Senin (29/10/2018). Agil Nugroho Septian yang bekerja sebagai karyawan PT Pertamina di Pangkal Pinang diduga menjadi salahsatu korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Karawang, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/wsj.[/caption]
[caption id="attachment_252891" align="alignnone" width="707"]
Seorang anggota keluarga memperlihatkan foto Pramugari Lion Air Shintia Melina (26), di Padang, Sumatera Barat, Senin (29/10/2018). Shintia Melina salah satu penumpang maskapai Lion Air nomor pernebangan JT 610 rute Jakarta-Pangkalpinang yang jatuh di sekitar daerah Kerawang Provinsi Jawa Barat. ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/wsj.[/caption]
[caption id="attachment_252892" align="alignnone" width="705"]
Warga menunjukan foto Wahyu Susilo salah satu penumpang pesawat Lion Air JT 610, di Palar, Trucuk, Klaten, Jawa Tengah, Senin (29/10/2018). Pihak keluarga masih menanti informasi resmi dari Lion Air tentang keberadaan Wahyu Susilo yang masuk dalam daftar nama penumpang pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang yang jatuh di perairan Laut Utara Karawang, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/wsj.[/caption]
Dana Santunan yang Disalurkan ACT
Saat kecelakaan Lion Air JT-610 pada 2018 lalu pihak maskapai memberikan dana kompensasi kepada para ahli waris korban. Dana bantuan itu terdiri dari santunan tunai senilai Rp 2,06 miliar dan dana sosial atau CSR dengan jumlah serupa.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut pihak ACT tidak pernah melibatkan ahli waris dalam pengelolaan dan penggunaan dana CSR yang diberikan pihak Boeing.
"Pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak yayasan ACT tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana CSR tersebut," tutur Ramadhan.
Sampai saat ini kasus masih dalam proses penyelidikan dan penyidik menemukan dugaan bahwa pihak ACT menggunakan dana bantuan dari Boeing untuk kepentingan pribadi, bukan bagi ahli waris korban.
"Diduga pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak merealisasikan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan pribadi Ketua Pengurus/presiden dan Wakil Ketua Pengurus," ujar Ramadhan.
Empat tahun yang lalu, pesawat yang terbang dari Bandara Soekarno-Hatta (Banten) menuju Bandara Depati Amir Pangkalpinang (Bangka Belitung) itu membawa 189 orang, yang terdiri atas penumpang, serta pilot dan awak pesawat.
Kejadian ini menjadi luka dalam untuk keluarga korban yang ditinggalkan. Apalagi santunan dari pihak Lion menyerahkan mandat kepada lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebagai wadah mengelola dana bantuan.
Parahnya, setelah ditelusuri, Juli 2022 ACT diduga menyelewengkan dana santunan ini.
Bareskrim Polri kembali memanggil mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT saat ini Ibnu Khajar guna diperiksa pada Selasa (12/7/2022).
Pemeriksaan terhadap Ahyudin sert Ibnu dilakukan sejak Jumat (8/7/2022) dan Senin (11/7/2022).
“Dilanjut besok (hari ini) jam 13. Ibnu, Ahyudin, bagian kemitraan dan keuangan,” ujar Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmadi, Senin (11/7/2022).
Usai pemeriksaan kedua pada Senin (11/7/2022), polisi menaikkan status penanganan perkara ACT ke tingkat penyidikan. Artinya, polisi menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam kasus itu.
Berikut foto-foto keluarga dengan korban pesawat t Lion Air JT 610 tipe Boeing 737 yang dihimpun Pantau.com;
[caption id="attachment_252876" align="alignnone" width="693"]

[caption id="attachment_252881" align="alignnone" width="695"]

[caption id="attachment_252883" align="alignnone" width="686"]

[caption id="attachment_252884" align="alignnone" width="701"]

[caption id="attachment_252885" align="alignnone" width="702"]

[caption id="attachment_252886" align="alignnone" width="713"]

[caption id="attachment_252887" align="alignnone" width="702"]

[caption id="attachment_252888" align="alignnone" width="695"]

[caption id="attachment_252890" align="alignnone" width="719"]

[caption id="attachment_252891" align="alignnone" width="707"]

[caption id="attachment_252892" align="alignnone" width="705"]

Dana Santunan yang Disalurkan ACT
Saat kecelakaan Lion Air JT-610 pada 2018 lalu pihak maskapai memberikan dana kompensasi kepada para ahli waris korban. Dana bantuan itu terdiri dari santunan tunai senilai Rp 2,06 miliar dan dana sosial atau CSR dengan jumlah serupa.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut pihak ACT tidak pernah melibatkan ahli waris dalam pengelolaan dan penggunaan dana CSR yang diberikan pihak Boeing.
"Pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak yayasan ACT tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana CSR tersebut," tutur Ramadhan.
Sampai saat ini kasus masih dalam proses penyelidikan dan penyidik menemukan dugaan bahwa pihak ACT menggunakan dana bantuan dari Boeing untuk kepentingan pribadi, bukan bagi ahli waris korban.
"Diduga pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak merealisasikan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan pribadi Ketua Pengurus/presiden dan Wakil Ketua Pengurus," ujar Ramadhan.
- Penulis :
- Desi Wahyuni