Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Sidang Eksepsi, Kuasa Hukum: KPK Seret Ade Yasin ke Dugaan Suap BPK Tanpa Bukti

Oleh Firdha Rizki Amalia
SHARE   :

Sidang Eksepsi, Kuasa Hukum: KPK Seret Ade Yasin ke Dugaan Suap BPK Tanpa Bukti
Pantau - Sidang kedua dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi Bupati Bogor nonaktif, Ade Yasin, digelar hari ini, Rabu (20/7/2022). Dinalara Butarbutar selaku kuasa hukum Ade Yasin membacakan nota keberatan dalam sidang kedua yang dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat.

Dinalara menyebutkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeret Ade Yasin ke kasus suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat tanpa melengkapi alat bukti,

"Di dalam dakwaan tidak ada disebutkan JPU (re: Jaksa Penuntut Umum) tentang temuan hasil sadapan penyidik KPK terhadap pembicaraan yang dilakukan terdakwa AY untuk melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan," ujar Dinalara, Rabu (20/7/2022).

Dinalara juga menganggap dakwaan dari jaksa KPK tidak cermat.

"Peristiwa yang menunjukkan bahwa dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Karena hal ini tidak diuraikan dalam dakwaan. Sehingga berakibat dakwaan JPU kabur, yang berakibat dakwaan JPU batal demi hukum," katanya.

Ia menyampaikan tujuh poin permintaan kepada hakim atas dakwaan yang dianggapnya tidak cermat, yaitu menerima keberatan terdakwa untuk seluruhnya, menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum tidak cermat, menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum.

Kemudian, meminta hakim membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, membebaskan terdakwa dari tahanan, memulihkan nama baik terdakwa, serta membebankan biaya perkara kepada negara.

Menurutnya, mengacu pada Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penangkapan terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana, perlu dilengkapi dengan bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang sah.

Pasalnya, KPK usai penangkapan mengumumkan bahwa penjemputan Ade Yasin sebagai saksi di rumah dinas pada 27 April 2022 sebagai sebuah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT).

"JPU tidak menjelaskan dalam dakwaannya apa dua alat bukti yang cukup yang dimiliki KPK, sehingga terdakwa harus di-OTT," kata Dinalara.

Kuasa hukum Ade Yasin lainnya, Roynal Pasaribu mengajak hakim menyoroti kualitas dakwaan yang disampaikan oleh JPU. Karena menurutnya terdapat banyak kejanggalan, sehingga tim kuasa hukum mengajukan keberatan.

"Apakah telah sesuai dengan norma-norma hukum, fakta dan bukti kejadian yang sebenarnya, ataukah rumusan delik dalam dakwaan itu hanya merupakan suatu ‘imaginer' atau ‘dongeng’ yang dapat menyudutkan terdakwa," katanya dalam sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Hera Kartiningsih

Menurutnya, Ade Yasin tidak terlibat praktik pemberian uang yang dilakukan oleh Ihsan Ayatullah sebagai Kepala Sub Bidang Kas Daerah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor kepada pegawai BPK RI Perwakilan Jawa Barat.

Ia menduga, Ihsan memanfaatkan momentum untuk mencari keuntungan dari selisih uang yang dihimpun dari ASN dan penyedia jasa, kemudian hanya memberikan sebagian uang tersebut kepada pegawai BPK.

"Patut diduga Ihsan Ayatullah yang memanfaatkan situasi ini untuk memperkaya diri sendiri. Maka hal ini membuktikan tidak adanya subordinat dari Bupati kepada Ihsan Ayatullah," kata Roynal.

Dalam sidang kedua ini, Ade Yasin kembali tak dihadirkan ke dalam persidangan yang dilakukan di Ruang Sidang I Kusuma Atmadja, melainkan secara daring dari Rumah Tahanan (Rutan) KPK, Jakarta.

Ade Yasin diduga terlibat kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bogor, Jawa Barat, Tahun Anggaran 2021. KPK menduga suap yang dilakukan Ade Yasin tersebut bertujuan agar Pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.

Sebelumnya, Ade Yasin didakwa oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat tersebut.

Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai BPK yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.

"Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Budiman.
Penulis :
Firdha Rizki Amalia