Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kasus Korupsi Tower PLN, Kejagung Periksa Dirjen Industri Logam Kementerian Perindustrian

Oleh Aries Setiawan
SHARE   :

Kasus Korupsi Tower PLN, Kejagung Periksa Dirjen Industri Logam Kementerian Perindustrian
Pantau - Tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung memeriksa enam saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PLN pada 2016, Selasa (27/9/2022).

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, keenam saksi diperiksa untuk memperkuat penyidikan kasus dugaan korupsi di tubuh PLN Persero tersebut.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan korupsi pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero),” ujar Ketut.

Adapun saksi yang diperiksa yakni, PS (Direktur PT Kurnia Adijaya Mandiri), MW (Kasubdit Industri Mesin Peralatan Listrik dan Alat Kesehatan pada Kementerian Perindustrian RI), AG (Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian (IPAMP) periode 2016 pada Kementerian Perindustrian), Z (Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian (IPAMP) periode 2016 s/d 2020 pada Kementerian Perindustrian), IGPS (Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) pada Kementerian Perindustrian), dan BAP (Sub Koordinator pada Subdirektorat Industri Mesin Peralatan Listrik dan Alat Kesehatan pada Kementerian Perindustrian).

Diberitakan sebelumnya, kasus bermula pada 2016 saat PLN membangun 9 ribuan set tower senilai Rp2,2 triliun.

Dalam pelaksanaannya, PT. PLN (persero) dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum. Dengan fakta-fakta hukum di antaranya, dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower.

Padahal, seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016, namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.

Kemudian, PT PLN (persero) dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO, sehingga memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka.

“Karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo,” ujar Ketut.

Menurut Kapuspenkum, PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.

Selanjutnya, pada periode November 2017 s/d Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing.

Dengan kondisi tersebut, memaksa PT PLN (persero) melakukan adendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.

Kemudian, PT PLN (persero) dan penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.

“Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan adendum,” katanya.

[Laporan Syrudatin]
Penulis :
Aries Setiawan