
Pantau – Tim Penyidik Jampidsus Kejagung memeriksa ST selaku Direktur PT Krakatau Perbengkelan dan Perawatan pada 2011, terkait kasus dugaan korupsi pembangunan pabrik Blast Furnace Complex (BFC) Krakatau Steel, Senin (24/10/2022).
"Memeriksa 1 (satu) orang saksi terkait perkara dugaan korupsi proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011 atas nama tersangka FB, ASS, BP, HW alias RH, dan tersangka MR,” ujar Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.
Menurut Ketut pemeriksaan terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011.
Kejagung sebelumnya merilis dugaan kerugian negara dalam kasus Krakatau Steel ini sekitar Rp.6,9 triliun.
Kerugian sebagai akibat dari pelaksanaan perencanaan, tender/lelang, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan, telah terjadi penyimpangan.
Sedianya PT. Krakatau Steel (persero) membangun Pabrik Blast Furnace Complex dengan tujuan untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah yakni dengan batubara, karena dengan menggunakan bahan bakar gas biaya produksi lebih mahal.
Penyimpangan diduga terjadi karena Kontrak pembangunan Pabrik Blast Furnace PT KS dengan sistem turnkey (terima jadi) sesuai dengan kontrak awal Rp4,7 triliun hingga addendum ke-4 membengkak menjadi Rp6,9 triliun.
Kontraktor pemenang dan pelaksana yaitu MCC CERI konsorsim dengan PT Krakatau Engineering. [Laporan: Syrudatin]
"Memeriksa 1 (satu) orang saksi terkait perkara dugaan korupsi proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011 atas nama tersangka FB, ASS, BP, HW alias RH, dan tersangka MR,” ujar Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.
Menurut Ketut pemeriksaan terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011.
Kejagung sebelumnya merilis dugaan kerugian negara dalam kasus Krakatau Steel ini sekitar Rp.6,9 triliun.
Kerugian sebagai akibat dari pelaksanaan perencanaan, tender/lelang, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan, telah terjadi penyimpangan.
Sedianya PT. Krakatau Steel (persero) membangun Pabrik Blast Furnace Complex dengan tujuan untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah yakni dengan batubara, karena dengan menggunakan bahan bakar gas biaya produksi lebih mahal.
Penyimpangan diduga terjadi karena Kontrak pembangunan Pabrik Blast Furnace PT KS dengan sistem turnkey (terima jadi) sesuai dengan kontrak awal Rp4,7 triliun hingga addendum ke-4 membengkak menjadi Rp6,9 triliun.
Kontraktor pemenang dan pelaksana yaitu MCC CERI konsorsim dengan PT Krakatau Engineering. [Laporan: Syrudatin]
- Penulis :
- Desi Wahyuni