
Pantau – Tim penyidik Jampidsus kejagung memeriksa dua orang saksi terkait kasus dugaan korupsi pembelian tanah oleh PT Adhi Persada Realti pada 2012-2013, Senin (24/10/2022).
Kapuspenkum kejagung dalam keterangan tertulisnya mengatakan, pemeriksaan saksi untuk berkas lima tersangka.
“Untuk atas nama nama tersangka SU, FF, VSH, NFH dan tersangka ARS, “ ujarnya.
Saksi tersebut adalah K selaku Direktur Utama PT Adhi Karya (persero) Tbk. periode 2011 s/d 2016, dan CH (Manager Pengembangan PT Adhi Persada Realti).
Kasus berawal pada tahun 2012, PT Adhi Persada Realti (PT APR) yang merupakan anak perusahaan PT Adhi Karya (BUMN) melakukan pembelian tanah dari PT Cahaya Inti Cemerlang di daerah Kelurahan Limo dan Kelurahan Cinere, Kota Depok.
PT APR membeli tanah dengan luas kurang lebih 200.000 m2 atau 20 hektare tersebut untuk membangun perumahan atau apartemen.
Tapi tanah tersebut tidak memiliki akses ke jalan umum, harus melewati tanah milik PT Megapolitan dan dalam penguasaan fisik dari masyarakat setempat.
Selain itu, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, terdapat bagian tanah yang tercatat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama PT Megapolitan yaitu SHM nomor 46 dan 47 atas nama Sujono Barak Rimba.
Menurut Kapuspenkum, PT Adhi Persada Realti (PT APR) telah melakukan pembayaran kepada PT Cahaya Inti Cemerlang melalui rekening notaris dan diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Cahaya Inti Cemerlang dan dana operasional.
Terhadap pembayaran tersebut, PT APR baru memperoleh tanah sebagaimana dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 5316 atas nama PT APR seluas ±12.595 m2 atau sekitar 1,2 hektar dari 20 hektar yang diperjanjikan.
Sementara, tanah sekitar 18,8 hektar masih dalam penguasaan orang lain (masih status sengketa) sehingga sampai saat ini, tidak bisa dilakukan pengalihan hak kepemilikan.
Kejaksaan Agung menduga terdapat indikasi kerugian keuangan negara dari pembelian tanah oleh PT Adhi Persada Realti dari PT Cahaya Inti Cemerlang. [Laporan Syrudatin]
Kapuspenkum kejagung dalam keterangan tertulisnya mengatakan, pemeriksaan saksi untuk berkas lima tersangka.
“Untuk atas nama nama tersangka SU, FF, VSH, NFH dan tersangka ARS, “ ujarnya.
Saksi tersebut adalah K selaku Direktur Utama PT Adhi Karya (persero) Tbk. periode 2011 s/d 2016, dan CH (Manager Pengembangan PT Adhi Persada Realti).
Kasus berawal pada tahun 2012, PT Adhi Persada Realti (PT APR) yang merupakan anak perusahaan PT Adhi Karya (BUMN) melakukan pembelian tanah dari PT Cahaya Inti Cemerlang di daerah Kelurahan Limo dan Kelurahan Cinere, Kota Depok.
PT APR membeli tanah dengan luas kurang lebih 200.000 m2 atau 20 hektare tersebut untuk membangun perumahan atau apartemen.
Tapi tanah tersebut tidak memiliki akses ke jalan umum, harus melewati tanah milik PT Megapolitan dan dalam penguasaan fisik dari masyarakat setempat.
Selain itu, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, terdapat bagian tanah yang tercatat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama PT Megapolitan yaitu SHM nomor 46 dan 47 atas nama Sujono Barak Rimba.
Menurut Kapuspenkum, PT Adhi Persada Realti (PT APR) telah melakukan pembayaran kepada PT Cahaya Inti Cemerlang melalui rekening notaris dan diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Cahaya Inti Cemerlang dan dana operasional.
Terhadap pembayaran tersebut, PT APR baru memperoleh tanah sebagaimana dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 5316 atas nama PT APR seluas ±12.595 m2 atau sekitar 1,2 hektar dari 20 hektar yang diperjanjikan.
Sementara, tanah sekitar 18,8 hektar masih dalam penguasaan orang lain (masih status sengketa) sehingga sampai saat ini, tidak bisa dilakukan pengalihan hak kepemilikan.
Kejaksaan Agung menduga terdapat indikasi kerugian keuangan negara dari pembelian tanah oleh PT Adhi Persada Realti dari PT Cahaya Inti Cemerlang. [Laporan Syrudatin]
- Penulis :
- M Abdan Muflih