
Pantau - Aide De Camp (ADC) alias ajudan eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat tewas dihunjam peluru hingga telungkup mengenaskan di rumah dinas pejabat tinggi Mabes Polri, Jumat (8/7/2022).
Yosua tewas, anehnya hal ini baru tersiar tiga hari kemudian oleh kepolisian, Senin (11/7/2022) dengan isu polisi tembak polisi. Tiga hari hilang kabar, ternyata sang Jenderal Ferdy Sambo menyusun skenario busuk penembakan Yosua karena alasan istrinya Putri Candrawathi diperkosa ajudannya bernama Yosua.
Atas kejadian ini, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo dipecat atau diberi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PDTH) sebagai anggota Polri karena menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J (25/8/2022).
Hampir enam bulan lamanya kasus ini mewarnai media Tanah Air dan media sosial. Akan tetapi, belum juga terkuak siapa dalang atas runtutan kasus yang sangat menguras energi dan waktu ini.
"Peristiwa singkat saat itu Brigadir J berada atau memasuki rumah salah satu pejabat Polri di perumahan dinas Duren Tiga, kemudian ada anggota lain atas nama Bharada E menegur," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022).
Baca Juga: Ricky Rizal Ungkap Momen Putri Cari Yosua lalu Berdua dalam Kamar selama 10 Menit
Saat itu, kata Ramadhan, Brigadir J mengacungkan senjata api dan melakukan penembakan, sehingga Bharada E mencoba menghindari tembakan dan membalas tembakan terhadap Brigadir J.
"Penembakan yang dilakukan oleh Bharada E itu mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia. Jenazah sudah dibawa ke keluarganya di Jambi, dan Bharada E telah diamankan untuk diproses lebih lanjut," ujarnya pula.
Semakin polri banyak berceloteh, semakin tumpang tindih alur cerita murni tewasnya ajudan kesayangan istri sambo, Putri Candrawathi.
Pasal yang menjerat Ferdy Sambo
Ferdy Sambo dan Putri dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun
Tak hanya diduga menjadi otak pembunuhan, Sambo juga menjadi tersangka obstruction of justice atau tindakan menghalangi penyidikan kasus kematian Yosua.
Dalam perkara ini, dia dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ancamannya bisa 8 hingga 10 tahun penjara. Sambo juga dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun kurungan.
Polri tetapkan lima tersangka pembunuhan berencana dalam kasus itu adalah Ferdy Sambo, Bharada E atau Richard Eliezer (ajudan Sambo), Bripka RR atau Ricky Rizal (ajudan Sambo), Kuat Ma'ruf (asisten keluarga Sambo), dan Putri Candrawathi (istri Sambo).
Baca Juga: Ahli Digital Forensik: Dari CCTV Sambo tak Terlihat Pakai Sarung Tangan Hitam
Terpojok, Richard ajukan Justice Collaborator
Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E adalah tersangka pertama yang ditetapkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Polisi muda asal Manado ini dijerat dengan sangkaan pasal 338 juncto Pasal 54 dan 56 KUHP.
"Bharada E memang memenuhi syarat sebagai justice collaborator. Apa yang dilakukan oleh Bharada E ini memang akibat tekanan dan relasi kuasa yang didalangi oleh Ferdy Sambo," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, Senin (14/8/2022).
Menurutnya, perlindungan terhadap Richard Eliezer diperlukan untuk keselamatannya sebagai saksi pelaku dan terlindung JC. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyatakan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J merupakan ekstrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum.
Ekstrajudicial killing yang dimaksud adalah Brigadir J tewas tanpa penjelasan apapun secara hukum kepada tersangka hingga membuat dirinya tak bernyawa.
"Pembunuhan Brigadir J merupakan extrajudicial killing. Di lokasi rumah Saguling 3 peristiwa pembunuhan yang terjadi tidak terdapat dijelaskan secara detail karena terdapat banyak hambatan," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Citra Polri Luntur
Setidaknya ada 97 polisi yang diperiksa dan 35 terbukti melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri (KEPP) dalam penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Mereka diduga bersikap tidak profesional karena merusak, menghilangkan barang bukti, mengaburkan, dan merekayasa kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua. Citra institusi Polri otomatis luntur di mata masyarakat.
Berdasarkan pemberitaan (23/9/2022) sebanyak 15 dari 35 polisi diputuskan bersalah dan mendapat beragam sanksi. Mulai dari dipecat hingga mutasi yang bersifat demosi.
Berikut daftar polisi yang dipecat hingga demosi terkait kasus Ferdy Sambo:
Sidang Etik Kamis 25 Agustus 2022: Irjen Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri, sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH).
- Kamis 1 September 2022: Kompol Chuck Putranto, mantan Kasubbagaudit Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri, sanksi PTDH dan mengajukan banding.
- Jumat 2 September 2022: Kompol Baiquni Wibowo, mantan Kasubbag Riksa Baggaketika Rowaprof Divisi Propam Polri, sanksi PTDH dan mengajukan banding.
- Selasa 6 September 2022: Kombes Agus Nur Patria, mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri, sanksi PTDH.
- Kamis 8 September 2022: AKP Dyah Chandrawathi, mantan Paur Subbagsumda Bagrenmin Divpropam Polri, sanksi mutasi bersifat demosi selama satu tahun.
- Jumat 9 September 2022: AKBP Pujiyarto, mantan Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, sanksi meminta maaf.
- Sabtu 10 September 2022: AKBP Jerry Raymond Siagian, mantan Wadirkrimum Polda Metro Jaya, sanksi PTDH dan mengajukan banding.
- Senin 12 September 2022: Bharada Sadam, mantan sopir Ferdy Sambo, sanksi demosi satu tahun.
- Selasa 13 September 2022: Briptu Frillyan Fitri Rosadi, mantan BA Roprovos Divpropam Polri, sanksi demosi dua tahun.
- Rabu 14 September 2022: Briptu Firman Dwi Ardiyanto, mantan Banum Urtu Roprovos Divpropam Polri, sanksi demosi satu tahun.
- Senin 19 September 2022: Briptu Sigid Mukti Hanggono, mantan Banit Den A Ropaminal Divpopam Polri, sanksi demosi setahun dan wajib mengikuti pembinaan mental.
- Selasa 20 September 2022: Iptu Januar Arifin, mantan Pamin Den A Ropaminal Divpropam Polri, sanksi demosi dua tahun dan wajib pembinaan mental.
- Rabu 21 September 2022: AKP Idham Fadilah, mantan Panit II Unit III Den A Ropaminal Divpropram Polri, sanksi demosi setahun dan wajib pembinaan mental.
- Kamis 22 September 2022: Iptu Hardista Pramana Tampubolon, mantan Panit I Unit 1 Den A Ropaminal Divpropam Polri, sanksi demosi setahun dan wajib pembinaan mental.
- Senin 26 September 2022: Ipda Arsyad Daiva Gunawan, mantan Kasubnit I Unit I Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, sanksi demosi selama tiga tahun dan wajib pembinaan mental.
Dua polisi hilangkan barang bukti
Anggota Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Kompol Aditya Cahya mengungkapkan bahwa Brigjen Hendra Kurniawan dan Kombes Agus Nurpatria terlibat menghilangkan barang bukti berupa DVR CCTV di sekitar rumah dinas Sambo.
Hendra dan Agus menghadapi dua dakwaan. Pada dakwaan pertama, JPU mendakwa keduanya dengan dakwaan primer Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada dakwaan kedua, JPU menjerat mereka dengan Pasal 233 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Yang kami ketahui dari hasil penyelidikan dan penyidikan di Dittipidsiber Pak Hendra Kurniawan dan Pak Agus Nurpatria menghilangkan barang bukti elektronik DVR CCTV Kompleks Polri,” ujar Aditya Cahya dalam persidangan di PN Jaksel, Kamis (27/10/2022).
Bermula dari Magelang
Amarah Sambo diduga bermula di rumah Magelang Jawa Tengah atas tindakan nakal Yosua terhadap istrinya. Dalam sidang, Bripka Ricky beberkan Kuat tiba-tiba marah dengan Yosua, hingga akhirnya Yosua dan Putri berada di dalam kamar selama kurang dari 10 menit.
“Terus Yosua masuk melewati saya, waktu itu Yosua terus tutup, duduk di situ, saya lihat, saya tidak dicari ya sudah saya tutup pintu terang di dalem setengah tertutup, setelah itu saya hanya berdiri di lorong sampai sesekali lihat ke kamar,” ungkap Ricky.
“Saya sempet kepo, ada apa sih sebenarnya, saya coba dengar, pas diem pas saya pas kayak ada pembicaraan tapi kecil,” jawab Ricky.
“Berapa lama?” tanya hakim.
“Kurang dari 10 menit,” jawab Ricky.
Atas kejadian itu, Kuat melapor kepada Sambo yang berada di Jakarta. Dengan seketika, amarah Sambo pun memuncak kepada Yosua, babak baru pun dimulai di rumah dinas Duren Tiga, Jaksel.
Sambo perintah Richard "Hajar Chard"
Dalam sidang dakwaan Senin (17/10/2022) terdakwa Ferdy Sambo berteriak dengan suara keras perintahkan Bharada E untuk menembak.
" Terdakwa Ferdy Sambo berteriak kepada Saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan mengatakan 'Woy,,,! Kau tembak,,,! Kau tembak cepaaat!! Cepat woy kau tembak!!!'," ungkap jaksa.
Bharada E di bawah perintah Ferdy Sambo, langsung menembakkan senjata api Glock 17 miliknya ke tubuh Brigadir J sebanyak tiga atau empat kali. Tembakan tersebut membuat Brigadir Yosua terjatuh dan terkapar di lantai.
Setelah Bharada E menembak, Brigadir Yosua yang dalam kondisi masih hidup dan mengerang kesakitan, kembali mendapat tembakan satu kali dari Ferdy Sambo. Mantan Kadiv Propam tersebut, menembak Brigadir Yosua di bagian kepala belakang, yang membuatnya tewas seketika.
"Tembakan Ferdy Sambo tersebut menembus kepala bagian belakang sisi kiri Yosua melalui hidung mengakibatkan adanya luka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar," ucap jaksa.
Ferdy Sambo kemudian menyusun skenario peristiwa tembak-menembak antara Bharada E dan Brigadir J, dengan dalih Brigadir Yosua melecehkan Putri Candrawathi.
Sambo berdalih soal kalimat 'hajar Chad' dalam persidangan di PN Jaksel hanya meminta menghajar Yosua bukan menembaknya. Pengakuan Sambo menjadi polemik oleh beberapa ahli hukum pidana.
Hingga Kamis (22/12/2022) sidang masih bergulir dengan agenda keterangan saksi ahli meringankan untuk Ferdy Sambo. Publik menanti seperti apa putusan majelis hakim untuk Ferdy Sambo dan tersangka lainnya yang menghilangkan nyawa prajurit polri asal Jambi berdarah Batak bernama Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Baca Juga: Putri Curhat ke Hakim soal Penyakit Komplikasi hingga Yosua Hendak Angkat Dirinya Dua Kali
Yosua tewas, anehnya hal ini baru tersiar tiga hari kemudian oleh kepolisian, Senin (11/7/2022) dengan isu polisi tembak polisi. Tiga hari hilang kabar, ternyata sang Jenderal Ferdy Sambo menyusun skenario busuk penembakan Yosua karena alasan istrinya Putri Candrawathi diperkosa ajudannya bernama Yosua.
Atas kejadian ini, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo dipecat atau diberi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PDTH) sebagai anggota Polri karena menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J (25/8/2022).
Hampir enam bulan lamanya kasus ini mewarnai media Tanah Air dan media sosial. Akan tetapi, belum juga terkuak siapa dalang atas runtutan kasus yang sangat menguras energi dan waktu ini.
"Peristiwa singkat saat itu Brigadir J berada atau memasuki rumah salah satu pejabat Polri di perumahan dinas Duren Tiga, kemudian ada anggota lain atas nama Bharada E menegur," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022).
Baca Juga: Ricky Rizal Ungkap Momen Putri Cari Yosua lalu Berdua dalam Kamar selama 10 Menit
Saat itu, kata Ramadhan, Brigadir J mengacungkan senjata api dan melakukan penembakan, sehingga Bharada E mencoba menghindari tembakan dan membalas tembakan terhadap Brigadir J.
"Penembakan yang dilakukan oleh Bharada E itu mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia. Jenazah sudah dibawa ke keluarganya di Jambi, dan Bharada E telah diamankan untuk diproses lebih lanjut," ujarnya pula.
Semakin polri banyak berceloteh, semakin tumpang tindih alur cerita murni tewasnya ajudan kesayangan istri sambo, Putri Candrawathi.
Pasal yang menjerat Ferdy Sambo
Ferdy Sambo dan Putri dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun
Tak hanya diduga menjadi otak pembunuhan, Sambo juga menjadi tersangka obstruction of justice atau tindakan menghalangi penyidikan kasus kematian Yosua.
Dalam perkara ini, dia dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ancamannya bisa 8 hingga 10 tahun penjara. Sambo juga dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun kurungan.
Polri tetapkan lima tersangka pembunuhan berencana dalam kasus itu adalah Ferdy Sambo, Bharada E atau Richard Eliezer (ajudan Sambo), Bripka RR atau Ricky Rizal (ajudan Sambo), Kuat Ma'ruf (asisten keluarga Sambo), dan Putri Candrawathi (istri Sambo).
Baca Juga: Ahli Digital Forensik: Dari CCTV Sambo tak Terlihat Pakai Sarung Tangan Hitam
Terpojok, Richard ajukan Justice Collaborator
Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E adalah tersangka pertama yang ditetapkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Polisi muda asal Manado ini dijerat dengan sangkaan pasal 338 juncto Pasal 54 dan 56 KUHP.
Pasal 338 KUHP berbunyi: Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Sejak Richard ditetapkan sebagai tersangka, perlawanan pun dimulai. Richard mengajukan justice collaborator (JC).
"Bharada E memang memenuhi syarat sebagai justice collaborator. Apa yang dilakukan oleh Bharada E ini memang akibat tekanan dan relasi kuasa yang didalangi oleh Ferdy Sambo," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, Senin (14/8/2022).
Menurutnya, perlindungan terhadap Richard Eliezer diperlukan untuk keselamatannya sebagai saksi pelaku dan terlindung JC. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyatakan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J merupakan ekstrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum.
Ekstrajudicial killing yang dimaksud adalah Brigadir J tewas tanpa penjelasan apapun secara hukum kepada tersangka hingga membuat dirinya tak bernyawa.
"Pembunuhan Brigadir J merupakan extrajudicial killing. Di lokasi rumah Saguling 3 peristiwa pembunuhan yang terjadi tidak terdapat dijelaskan secara detail karena terdapat banyak hambatan," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Citra Polri Luntur
Setidaknya ada 97 polisi yang diperiksa dan 35 terbukti melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri (KEPP) dalam penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Mereka diduga bersikap tidak profesional karena merusak, menghilangkan barang bukti, mengaburkan, dan merekayasa kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua. Citra institusi Polri otomatis luntur di mata masyarakat.
Berdasarkan pemberitaan (23/9/2022) sebanyak 15 dari 35 polisi diputuskan bersalah dan mendapat beragam sanksi. Mulai dari dipecat hingga mutasi yang bersifat demosi.
Berikut daftar polisi yang dipecat hingga demosi terkait kasus Ferdy Sambo:
Sidang Etik Kamis 25 Agustus 2022: Irjen Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri, sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH).
- Kamis 1 September 2022: Kompol Chuck Putranto, mantan Kasubbagaudit Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri, sanksi PTDH dan mengajukan banding.
- Jumat 2 September 2022: Kompol Baiquni Wibowo, mantan Kasubbag Riksa Baggaketika Rowaprof Divisi Propam Polri, sanksi PTDH dan mengajukan banding.
- Selasa 6 September 2022: Kombes Agus Nur Patria, mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri, sanksi PTDH.
- Kamis 8 September 2022: AKP Dyah Chandrawathi, mantan Paur Subbagsumda Bagrenmin Divpropam Polri, sanksi mutasi bersifat demosi selama satu tahun.
- Jumat 9 September 2022: AKBP Pujiyarto, mantan Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, sanksi meminta maaf.
- Sabtu 10 September 2022: AKBP Jerry Raymond Siagian, mantan Wadirkrimum Polda Metro Jaya, sanksi PTDH dan mengajukan banding.
- Senin 12 September 2022: Bharada Sadam, mantan sopir Ferdy Sambo, sanksi demosi satu tahun.
- Selasa 13 September 2022: Briptu Frillyan Fitri Rosadi, mantan BA Roprovos Divpropam Polri, sanksi demosi dua tahun.
- Rabu 14 September 2022: Briptu Firman Dwi Ardiyanto, mantan Banum Urtu Roprovos Divpropam Polri, sanksi demosi satu tahun.
- Senin 19 September 2022: Briptu Sigid Mukti Hanggono, mantan Banit Den A Ropaminal Divpopam Polri, sanksi demosi setahun dan wajib mengikuti pembinaan mental.
- Selasa 20 September 2022: Iptu Januar Arifin, mantan Pamin Den A Ropaminal Divpropam Polri, sanksi demosi dua tahun dan wajib pembinaan mental.
- Rabu 21 September 2022: AKP Idham Fadilah, mantan Panit II Unit III Den A Ropaminal Divpropram Polri, sanksi demosi setahun dan wajib pembinaan mental.
- Kamis 22 September 2022: Iptu Hardista Pramana Tampubolon, mantan Panit I Unit 1 Den A Ropaminal Divpropam Polri, sanksi demosi setahun dan wajib pembinaan mental.
- Senin 26 September 2022: Ipda Arsyad Daiva Gunawan, mantan Kasubnit I Unit I Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, sanksi demosi selama tiga tahun dan wajib pembinaan mental.
Dua polisi hilangkan barang bukti
Anggota Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Kompol Aditya Cahya mengungkapkan bahwa Brigjen Hendra Kurniawan dan Kombes Agus Nurpatria terlibat menghilangkan barang bukti berupa DVR CCTV di sekitar rumah dinas Sambo.
Hendra dan Agus menghadapi dua dakwaan. Pada dakwaan pertama, JPU mendakwa keduanya dengan dakwaan primer Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada dakwaan kedua, JPU menjerat mereka dengan Pasal 233 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Yang kami ketahui dari hasil penyelidikan dan penyidikan di Dittipidsiber Pak Hendra Kurniawan dan Pak Agus Nurpatria menghilangkan barang bukti elektronik DVR CCTV Kompleks Polri,” ujar Aditya Cahya dalam persidangan di PN Jaksel, Kamis (27/10/2022).
Bermula dari Magelang
Amarah Sambo diduga bermula di rumah Magelang Jawa Tengah atas tindakan nakal Yosua terhadap istrinya. Dalam sidang, Bripka Ricky beberkan Kuat tiba-tiba marah dengan Yosua, hingga akhirnya Yosua dan Putri berada di dalam kamar selama kurang dari 10 menit.
“Terus Yosua masuk melewati saya, waktu itu Yosua terus tutup, duduk di situ, saya lihat, saya tidak dicari ya sudah saya tutup pintu terang di dalem setengah tertutup, setelah itu saya hanya berdiri di lorong sampai sesekali lihat ke kamar,” ungkap Ricky.
“Saya sempet kepo, ada apa sih sebenarnya, saya coba dengar, pas diem pas saya pas kayak ada pembicaraan tapi kecil,” jawab Ricky.
“Berapa lama?” tanya hakim.
“Kurang dari 10 menit,” jawab Ricky.
Atas kejadian itu, Kuat melapor kepada Sambo yang berada di Jakarta. Dengan seketika, amarah Sambo pun memuncak kepada Yosua, babak baru pun dimulai di rumah dinas Duren Tiga, Jaksel.
Sambo perintah Richard "Hajar Chard"
Dalam sidang dakwaan Senin (17/10/2022) terdakwa Ferdy Sambo berteriak dengan suara keras perintahkan Bharada E untuk menembak.
" Terdakwa Ferdy Sambo berteriak kepada Saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan mengatakan 'Woy,,,! Kau tembak,,,! Kau tembak cepaaat!! Cepat woy kau tembak!!!'," ungkap jaksa.
Bharada E di bawah perintah Ferdy Sambo, langsung menembakkan senjata api Glock 17 miliknya ke tubuh Brigadir J sebanyak tiga atau empat kali. Tembakan tersebut membuat Brigadir Yosua terjatuh dan terkapar di lantai.
Setelah Bharada E menembak, Brigadir Yosua yang dalam kondisi masih hidup dan mengerang kesakitan, kembali mendapat tembakan satu kali dari Ferdy Sambo. Mantan Kadiv Propam tersebut, menembak Brigadir Yosua di bagian kepala belakang, yang membuatnya tewas seketika.
"Tembakan Ferdy Sambo tersebut menembus kepala bagian belakang sisi kiri Yosua melalui hidung mengakibatkan adanya luka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar," ucap jaksa.
Ferdy Sambo kemudian menyusun skenario peristiwa tembak-menembak antara Bharada E dan Brigadir J, dengan dalih Brigadir Yosua melecehkan Putri Candrawathi.
Sambo berdalih soal kalimat 'hajar Chad' dalam persidangan di PN Jaksel hanya meminta menghajar Yosua bukan menembaknya. Pengakuan Sambo menjadi polemik oleh beberapa ahli hukum pidana.
Hingga Kamis (22/12/2022) sidang masih bergulir dengan agenda keterangan saksi ahli meringankan untuk Ferdy Sambo. Publik menanti seperti apa putusan majelis hakim untuk Ferdy Sambo dan tersangka lainnya yang menghilangkan nyawa prajurit polri asal Jambi berdarah Batak bernama Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Baca Juga: Putri Curhat ke Hakim soal Penyakit Komplikasi hingga Yosua Hendak Angkat Dirinya Dua Kali
#Eks Kadiv Propam Polri#kasus pembunuhan berencana#Putri Candrawathi#Kasus Perkosa#Brigadir J#Kaleidoskop 2022#Ferdy Sambo
- Penulis :
- Desi Wahyuni