
Pantau – Direktur Deradikalsisasi BNPT, Ahmad Nurwakhid meminta kepada Pemerintah agar Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun dan NII dimasukkan ke daftar terduga terorisme dan organisasi teroris (DTTOT).
“UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 hanya bisa diterapkan terhadap kelompok atau jaringan radikalisme yang masuk dalam list daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme (DTTOT) seperti: JI, JAD, JAT, dan lainya,” kata Nurwakhid pada keterangan tertulis, Sabtu (8/7/2023).
Nurwakhid mambahkan Ponpes Al-Zaytun yang dipimping Panji Gumilang memiliki afiliasi dan keterkaitan dengan gerakan Negara Islam Indonesia NII.
“Persoalannya adalah, apakah sampai saat ini masih ada? Tentu ini masih dalam proses kajian dan pendalaman BNPT bersama dengan stakeholders terkait lainnya,” tuturnya.
Menurut Nurwakhid, DI/TII atau NII merupakan kelompok jaringan radikal terorisme melalui gerakan pemberontakan yang dipimpin Marijan Kartosuwiryo.
“Tapi dengan dicabutnya UU Anti subversi Nomor 11/ PNPS /1963 pascareformasi, negara tidak punya instrumen hukum untuk menjerat NII,” ujarnya.
Dikatakan Nurwakhid, mengenai Isu NII kembali jadi perbincangan publik usai Panji Gumilang diduga melakukan penistaan agama. Hingga saat ini, belum tercantum dalam DTTOT sebelum mendapatkan Ketetapan dari Pengadilan.
“Karena itulah, melihat dari aspek historis dan ideologi, serta gerakannya yang masih ada hingga saat ini, tentu kita mendorong agar NII dimasukkan dalam DTTOT sehingga bisa dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” jelasnya.
Selain itu, kata Nurwakhid, sekarang ini diperlukan penanganan yang holistik dan kolaboratif, dengan pendekatan hukum pidana umum maupun pidana khusus, sesuai bukti-bukti yang ada. Dia menerangkan BNPT berperan dalam pengawasan dan monitoring bersama lembaga terkait untuk mendalami keterkaitan Al Zaytun dengan NII.
“Namun, hal terpenting lainnya yang patut dipertimbangkan adalah mitigasi dan pembinaan khususnya terhadap para santri, serta cipta kondisi agar menjamin stabilitas kamtibmas,” tandasnya.
“UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 hanya bisa diterapkan terhadap kelompok atau jaringan radikalisme yang masuk dalam list daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme (DTTOT) seperti: JI, JAD, JAT, dan lainya,” kata Nurwakhid pada keterangan tertulis, Sabtu (8/7/2023).
Nurwakhid mambahkan Ponpes Al-Zaytun yang dipimping Panji Gumilang memiliki afiliasi dan keterkaitan dengan gerakan Negara Islam Indonesia NII.
“Persoalannya adalah, apakah sampai saat ini masih ada? Tentu ini masih dalam proses kajian dan pendalaman BNPT bersama dengan stakeholders terkait lainnya,” tuturnya.
Menurut Nurwakhid, DI/TII atau NII merupakan kelompok jaringan radikal terorisme melalui gerakan pemberontakan yang dipimpin Marijan Kartosuwiryo.
“Tapi dengan dicabutnya UU Anti subversi Nomor 11/ PNPS /1963 pascareformasi, negara tidak punya instrumen hukum untuk menjerat NII,” ujarnya.
Dikatakan Nurwakhid, mengenai Isu NII kembali jadi perbincangan publik usai Panji Gumilang diduga melakukan penistaan agama. Hingga saat ini, belum tercantum dalam DTTOT sebelum mendapatkan Ketetapan dari Pengadilan.
“Karena itulah, melihat dari aspek historis dan ideologi, serta gerakannya yang masih ada hingga saat ini, tentu kita mendorong agar NII dimasukkan dalam DTTOT sehingga bisa dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” jelasnya.
Selain itu, kata Nurwakhid, sekarang ini diperlukan penanganan yang holistik dan kolaboratif, dengan pendekatan hukum pidana umum maupun pidana khusus, sesuai bukti-bukti yang ada. Dia menerangkan BNPT berperan dalam pengawasan dan monitoring bersama lembaga terkait untuk mendalami keterkaitan Al Zaytun dengan NII.
“Namun, hal terpenting lainnya yang patut dipertimbangkan adalah mitigasi dan pembinaan khususnya terhadap para santri, serta cipta kondisi agar menjamin stabilitas kamtibmas,” tandasnya.
- Penulis :
- Yohanes Abimanyu