
Pantau - Menko Polhukam Mahfud MD membenarkan ada kaitan antara Panji Gumilang dan Pesantren Al Zaytun dengan gerakan Darul Islam dan NII yang dicetuskan Kartosoewirjo.
Mahfud mengatakan, di awal kemerdekaan Indonesia, banyak pejuang dari kalangan Islam yang terpinggirkan dan tak tertampung dalam tata kelola pemerintahan.
Hal itu merupakan imbas dari politik pendidikan yang diwariskan pemerintah Hindia Belanda yang cenderung diskriminatif.
"Pejuang, anak-anak muda, dan tokoh Islam banyak yang tidak tertampung dalam tugas-tugas di pemerintahan negara baru. Banyak kalangan Islam yang memutuskan untuk kembali ke pesantren dan fokus dalam mendidik santrinya," kata Mahfud di Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Rabu (12/7/2023).
Mahfud mengatakan, salah satu yang merasa terpinggirkan dalam tata kelola negara baru Indonesia adalah Kartosoewirjo, yang kemudian mendirikan Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (NII).
Ia melanjutkan, perjuangan yang dilakukan Kartosoewirjo untuk mendirikan Negara Islam Indonesia sebenarnya terus berlanjut dan masih ada ekornya sampai sekarang.
"Hingga sekarang ada ribut-ribut soal Panji Gumilang. Jadi Panji Gumilang dulu induknya adalah Negara Islam Indonesia," ujarnya.
Mahfud menjelaskan, pemikiran Kartosoewirjo yang sempat diberantas, ternyata dilanjutkan oleh penerusnya, sampai akhirnya diketahui pemerintah.
NII bikinan Kartosoewirjo yang seolah sudah tamat itu kemudian dioperasikan kembali oleh intelijen pemerintah pada sekitar 1970-an.
Setelah mengetahui NII sebenarnya masih hidup, akhirnya pemerintah menggalang gerakan untuk melemahkan NII dengan cara dipecah dan diadu domba.
"Pada awal tahun 1970-an, NII oleh pemerintah dipecah, diadu, yang satunya untuk melawan yang lain. Itu operasi yang dilakukan Ali Moertopo," ucap Mahfud.
Mahfud melanjutkan, NII hasil operasi dan bentukan pemerintah waktu itu salah satu wilayahnya adalah Komandemen 9, yang sekarang menjadi Al Zaytun.
"Kemudian sesudah merasa nyaman dengan pemerintah, merasa aman, kemudian Panji Gumilang ini memecahkan diri. Menampilkan sosok Al Zaytun yang seperti sekarang," ujarnya.
Mahfud mengatakan, di awal kemerdekaan Indonesia, banyak pejuang dari kalangan Islam yang terpinggirkan dan tak tertampung dalam tata kelola pemerintahan.
Hal itu merupakan imbas dari politik pendidikan yang diwariskan pemerintah Hindia Belanda yang cenderung diskriminatif.
"Pejuang, anak-anak muda, dan tokoh Islam banyak yang tidak tertampung dalam tugas-tugas di pemerintahan negara baru. Banyak kalangan Islam yang memutuskan untuk kembali ke pesantren dan fokus dalam mendidik santrinya," kata Mahfud di Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Rabu (12/7/2023).
Mahfud mengatakan, salah satu yang merasa terpinggirkan dalam tata kelola negara baru Indonesia adalah Kartosoewirjo, yang kemudian mendirikan Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (NII).
Ia melanjutkan, perjuangan yang dilakukan Kartosoewirjo untuk mendirikan Negara Islam Indonesia sebenarnya terus berlanjut dan masih ada ekornya sampai sekarang.
"Hingga sekarang ada ribut-ribut soal Panji Gumilang. Jadi Panji Gumilang dulu induknya adalah Negara Islam Indonesia," ujarnya.
Mahfud menjelaskan, pemikiran Kartosoewirjo yang sempat diberantas, ternyata dilanjutkan oleh penerusnya, sampai akhirnya diketahui pemerintah.
NII bikinan Kartosoewirjo yang seolah sudah tamat itu kemudian dioperasikan kembali oleh intelijen pemerintah pada sekitar 1970-an.
Setelah mengetahui NII sebenarnya masih hidup, akhirnya pemerintah menggalang gerakan untuk melemahkan NII dengan cara dipecah dan diadu domba.
"Pada awal tahun 1970-an, NII oleh pemerintah dipecah, diadu, yang satunya untuk melawan yang lain. Itu operasi yang dilakukan Ali Moertopo," ucap Mahfud.
Mahfud melanjutkan, NII hasil operasi dan bentukan pemerintah waktu itu salah satu wilayahnya adalah Komandemen 9, yang sekarang menjadi Al Zaytun.
"Kemudian sesudah merasa nyaman dengan pemerintah, merasa aman, kemudian Panji Gumilang ini memecahkan diri. Menampilkan sosok Al Zaytun yang seperti sekarang," ujarnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas