Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Beda Wolbachia dengan Virus Japanese Encephalitis, Ini Penjelasan Pakar UGM

Oleh Yohanes Abimanyu
SHARE   :

Beda Wolbachia dengan Virus Japanese Encephalitis, Ini Penjelasan Pakar UGM
Foto: Ilustrasi - Telur nyamuk ber-Wolbachia. ANTARA/HO-Kementerian Kesehatan

Pantau - Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) menegaskan, tidak ada hubungan antara program nyamuk berwolbachia dengan suspek virus japanese encephalitis (JEV) yang terjadi di Kulon Progro, Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Menurut saya tidak ada kaitan sama sekali antara program wolbachia dengan virus japanese encephalitis (JEV) yang berada di Kulon Progo," kata Peneliti Nyamuk Berwolbachia di Pusat Kedokteran Tropis UGM, Dr Eggi Arguni, MSc, PhD, SpA(K) dikonfirmasi Pantau.com dari Jakarta, Jumat (1/12/2023).

Terdapat tiga transmisi bakteri wolbachia melalui nyamuk aedes aegypti dalam upaya menurunkan jumlah kasus penularan demam berdarah dengue alias DBD. Pertama, terjadi saat nyamuk jantan berwolbachia kawin dengan nyamuk betina berwolbachia sehingga penetasan telur menghasilkan nyamuk berwolbachia.

Kedua, nyamuk jantan tak berwolbachia kawin dengan betina berwolbachia sehingga tetasan telur menghasilkan nyamuk berwolbachia. Ketiga, terjadi saat nyamuk jantan berwolbachia kawin dengan betina tidak berwolbachia sehingga telur tidak akan menetas.

Virus JEV, kembali Eggi menjelaskan, dapat memicu suatu kondisi yang biasanya disebut meningoensefalitis. Virus ini mengenai manusia dan akan menyerang bagian otak. "Kemudian terjadi infeksi otak, biasanya kami sebut meningoensefalitis," tuturnya.

Selain itu, dia mengklarifikasi terkait informasi yang beredar di media massa soal lima anak meninggal yang dikaitkan dengan program nyamuk berwolbachia. "Berita itu tidak benar, kenyataannya adalah lima anak yang masuk rumah sakit dengan gajala-gejala infeksi otak," ujarnya.

Eggi kemudian menjelaskan, lima kasus tersebut masuk dalam sistem surveilans. Pihaknya menduga bahwa anak-anak tersebut mengalami infeksi otak.

“Bedasarkan hasil tes laboratorium ternyata sesuai dengan kecurigaan ke arah infeksi otak, tapi belum tahu penyebabnya. Kemudian cairan diperiksa di dalam laboratorium. Jadi berita-berita itu salah," tuturnya.

Eggi menegaskan bahwa kasus yang terjadi di Kulon Progo bukan dampak atau efek dari program wolbachia. "Tidak ada hubungannya," paparnya.

Sebelumnya, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kulon Progo, Rina Nuryati mengatakan, suspek JEV ditemukan di Kabupaten Kulon Progo, DIY. Virus penyebab radang otak ini dilaporkan menginfeksi lima orang anak, salah satunya meninggal dunia.

"Iya benar tahun ini kami menemukan lima anak suspek JE, satu di antaranya meninggal dunia. Ini bukan temuan baru karena tahun lalu juga ada temuan enam suspek, tapi seluruhnya dinyatakan negatif," ungkap Rina, di Kulon Progo, Selasa (14/11/2023).

Rina mengatakan temuan ini merupakan hasil dari kegiatan surveilans virus JE yang rutin digelar Dinkes Kulon Progo. Dalam pelaksanaannya, petugas memeriksa kondisi kesehatan masyarakat, khususnya yang mengalami gejala mirip JE seperti demam tinggi, kejang, dan penurunan kesadaran.

Dalam kasus Kulon Progo itu, Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari meminta pemerintah melalui Kementerian Kesehatan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait pertanyaan, apakah ada hubungan dan pengaruh antara program nyamuk berwolbachia dengan suspek JEV di Kulon Progo.

Jawaban dari pertanyaan ini dinilai Siti Fadilah sangat penting untuk mengantisipasi efek samping dari program nyamuk berwolbachia dalam jangka panjang.

Penulis :
Yohanes Abimanyu
Editor :
Muhammad Rodhi