Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Stunting di Indonesia Tinggi, Kebutuhan Gizi Ibu Hamil Harus Diperhatikan

Oleh Firdha Riris
SHARE   :

Stunting di Indonesia Tinggi, Kebutuhan Gizi Ibu Hamil Harus Diperhatikan
Foto: Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin. (Sumber: tangkapan layar)

Pantau - Kasus stunting hingga saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan besar di Indonesia. Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, meminta untuk lebih memperhatikan ibu hamil. Permasalahan ini harus ditangani oleh berbagai pihak.

Adapun pemenuhan nutrisi ibu hamil sebagai faktor utama dalam penanganan stunting. Gizi yang baik akan mencegah dari berbagai penyakit dan menurunkan risiko stunting ketika anak sudah lahir.

"Selain fokus ke balitanya, ibu hamilnya juga kita masih kejar. Karena banyak yang kita amati di balitanya sudah mulai tertangani, tapi yang lahir itu berat badannya kurang. Nah, ini membutuhkan intervensi juga ke ibu hamilnya, ibunya mesti cukup gizi," kata Budi, dalam peringatan Hari Gizi Nasional 2024 di Jakarta Pusat (Jakpus), Minggu (28/1/2024).

Sedangkan, apabila sudah mengidap stunting nantinya proses pemulihan anak akan menjadi jauh lebih sulit. Maka Budi mengingatkan agar orang tua melakukan pemeriksaan rutin untuk memantau pertumbuhan anak.

"Anak itu harus berat badan ditimbang dan panjang diukur setiap bulan. Nomor dua kalau tidak ada kenaikan (berat dan tinggi badan), harus segera dirujuk ke puskesmas, karena ini sering lupa," ujarnya.

Lebih lanjut, menurutnya bahwa anak-anak tidak boleh kekurangan gizi agar sehat dan pintar. Hal ini berguna untuk penentuan majunya suatu negara.

"Nggak mungkin jadi negara maju, kalau orangnya nggak sehat dan nggak pinter. Kalau ingin sehat dan pintar anak-anaknya nggak boleh kekurangan gizi. Perkembangan otaknya sangat menentukan di bawah umur dua tahun ini," terangnya.

Sebagai informasi, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.

Stunting tidak hanya dikaitkan dengan pertumbuhan fisik anak yang terhambat, melainkan juga menjadi sebab otak anak tidak berkembang optimal.

Perkembangan otak yang terhambat itu dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar anak tidak maksimal serta berdampak pada prestasi belajar yang buruk.

Efek jangka panjang kondisi stunting dan kurang gizi kronis akan dirasakan individu bahkan setelah dewasa.

Stunting dan kondisi kurang gizi lainnya dianggap sebagai salah satu faktor risiko gangguan kesehatan seperti diabetes, hipertensi, obesitas, dan kematian akibat infeksi.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), standar prevalensi stunting di sebuah negara tidak boleh melebihi 20 persen. Dengan prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2022 termasuk tinggi berada di angka 21,6 persen.

Bahkan, prevalensi kasus stunting di Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Seperti, Malaysia di angka 20,9 persen, Thailand dengan 12,3 persen, dan Singapura menjadi yang terendah dengan 2,8 persen.

(Laporan: Jihan Susmita Dewi)

Penulis :
Firdha Riris