Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Tarif Impor Trump Picu Kekhawatiran, Negara Berkembang Paling Rentan

Oleh Peter Parinding
SHARE   :

Tarif Impor Trump Picu Kekhawatiran, Negara Berkembang Paling Rentan
Foto: Rupiah Melemah ke Rp16.845 per Dolar AS, Ketegangan Dagang Global Jadi Pemicu

Pantau - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali melemah pada pembukaan perdagangan Selasa pagi, 22 April 2025, di tengah meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap masa depan ekonomi global.

Rupiah tercatat turun sebesar 38 poin atau 0,23 persen ke level Rp16.845 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.807.

Pelemahan ini tidak hanya dialami Indonesia, tetapi juga terjadi di hampir seluruh mata uang regional yang tertekan oleh sentimen negatif global.

Trump Berlakukan Tarif Impor Global, UNCTAD Prediksi Pertumbuhan Melambat

Penyebab utama kegelisahan pasar adalah kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menetapkan tarif impor universal sebesar 10 persen untuk barang-barang dari 185 negara dan wilayah, efektif sejak 5 April 2025.

Tarif khusus untuk negara tertentu mulai berlaku sejak 9 April 2025, sementara produk dari 75 negara yang bersedia bernegosiasi mendapat masa tenggang selama 90 hari, meski tetap dikenai tarif dasar sebesar 10 persen.

Trump menyatakan masih terbuka untuk negosiasi lanjutan dan mempertimbangkan kemungkinan memperpanjang masa jeda tarif bagi negara mitra dagang.

Namun ketidakpastian kebijakan ini telah menambah tekanan terhadap negara-negara berkembang yang dinilai paling rentan terhadap dampak proteksionisme global.

Konferensi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) memproyeksikan perlambatan pertumbuhan ekonomi global dari 2,8 persen pada 2024 menjadi 2,3 persen pada 2025, mengindikasikan potensi resesi.

Rupiah Berpotensi Uji Level Rp16.850, Pasar Tunggu Arah Jelas

Menurut Ariston Tjendra, analis dari PT Doo Financial Futures, tekanan eksternal yang tinggi membuat rupiah berpotensi melemah lebih lanjut ke arah Rp16.850, dengan level support berada di kisaran Rp16.750.

Pasar kini menantikan arah kebijakan lanjutan dari AS maupun respons negara-negara mitra dagang terhadap kebijakan tarif tersebut, yang berpotensi menentukan sentimen dalam jangka pendek.

Penulis :
Peter Parinding
Editor :
Ricky Setiawan