
Pantau - Pakar terorisme Universitas Indonesia, Muhamad Syauqillah, menilai bahwa aksi teror terhadap jurnalis, termasuk insiden pengiriman paket kepala babi ke redaksi Tempo, belum dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme.
Dalam pernyataannya, Syauqillah merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang mensyaratkan adanya unsur motif ideologi, motif politik, serta gangguan terhadap keamanan.
Jika aksi teror hanya menyasar individu—seperti jurnalis—dan tidak mengandung elemen-elemen tersebut, maka menurut hukum yang berlaku, tidak dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana terorisme.
Teror Babi Bukan Terorisme, Tapi Harus Diusut
Kasus yang disorot adalah insiden kiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo. Syauqillah menyebut peristiwa itu sebagai delik pidana umum, bukan aksi terorisme.
Namun, ia tetap menegaskan pentingnya penegakan hukum secara serius terhadap pelaku. Negara wajib hadir dan bertindak agar tindakan seperti ini tidak berulang.
Syauqillah juga menekankan pentingnya investigasi menyeluruh untuk mengungkap motif serta siapa di balik aksi tersebut.
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, telah resmi melaporkan kejadian ini ke Bareskrim Polri. Ia menyatakan bahwa tindakan tersebut bukan hanya mengancam institusi Tempo, tapi juga kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di Indonesia.
Setri mengingatkan bahwa tanpa perlindungan negara, aksi semacam ini bisa terjadi lagi kepada jurnalis lain.
Polisi Selidiki dengan UU Pers dan KUHP
Saat ini, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tengah menangani kasus tersebut.
Direktur Dittipidum Bareskrim, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa penyidik mendalami dugaan tindak pidana berupa ancaman kekerasan dan/atau menghalang-halangi kerja jurnalistik.
Penyelidikan dilakukan berdasarkan Pasal 335 KUHP dan/atau Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
- Penulis :
- Balian Godfrey