
Pantau - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menekankan pentingnya kolaborasi antara kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda) dalam memenuhi hak pendidikan anak-anak yang tidak bersekolah.
Menurut Anggota KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama, Aris Adi Leksono, upaya tersebut harus dimulai dari penggunaan satu basis data yang sama, analisis faktor penyebab anak tidak sekolah, dan strategi lintas sektor.
“Untuk menangani anak tidak sekolah, pemerintah pusat dan daerah perlu berangkat dari satu data Anak Tidak Sekolah (ATS), analisa kompleksitas faktor utama penyebab anak tidak sekolah, dengan strategi dan sinergi lintas kementerian/lembaga, serta organisasi pemda terkait,” ujar Aris.
Kendala Bukan Hanya Soal Ekonomi
Ia menegaskan bahwa pendekatan bantuan finansial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau beasiswa belum cukup untuk menangani berbagai kasus anak tidak sekolah, khususnya yang disebabkan oleh faktor non-ekonomi.
Contohnya adalah anak korban kekerasan, anak yang kecanduan gim, atau anak yang mengalami tekanan sosial budaya dari keluarga—yang seluruhnya membutuhkan pemulihan psikis sebelum kembali ke bangku sekolah.
Aris juga menyebut perlunya penyediaan pendidikan formal maupun non-formal di lokasi khusus seperti Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan pusat rehabilitasi BNN, agar anak-anak tetap bisa mengakses pendidikan selama masa pembinaan.
Perlu Tindak Lanjut Berbasis Data
Menurut KPAI, pemda hingga kini belum optimal menindaklanjuti kasus anak putus sekolah, baik yang tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan EMIS, maupun data anak tidak sekolah yang tidak tercatat resmi.
“Berangkat dari data ini, profil anak dan faktor utama penyebab putus sekolah bisa dipetakan, lalu ditentukan intervensi yang sesuai kebutuhan anak,” jelas Aris.
KPAI mencatat bahwa berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS, terdapat 4,2 juta anak usia 6 hingga 18 tahun yang tidak sekolah.
Rinciannya, 0,5 juta anak tidak pernah sekolah sama sekali, 0,5 juta putus sekolah, dan 3,2 juta sudah lama tidak melanjutkan pendidikan.
- Penulis :
- Gian Barani