
Pantau - Akses keuangan yang setara menjadi salah satu indikator keadilan ekonomi yang krusial namun kerap luput dari perhatian publik, sebagaimana ditekankan dalam Forum Indonesia International Financial Inclusion Summit (IFIS) 2025.
Forum yang digagas oleh Tony Blair Institute for Global Change dan Gates Foundation dengan dukungan pemerintah Indonesia ini mencerminkan kesadaran kolektif bahwa inklusi keuangan bukan hanya statistik, tetapi juga fondasi keadilan sosial dan pembangunan beradab.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital, Ali Murtopo Simbolon, menegaskan bahwa IFIS harus menjadi sarana percepatan nyata, bukan sekadar ruang diskusi.
Inklusi Keuangan sebagai Hak dan Strategi Ketahanan
Inklusi keuangan dipandang sebagai hak dasar warga negara dalam sistem ekonomi modern karena tanpa akses ke layanan keuangan formal, masyarakat menjadi rentan terhadap krisis dan sulit berkembang.
Infrastruktur digital publik diidentifikasi sebagai elemen penting dalam memperluas akses, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan masyarakat pelosok.
Barbara Ubaldi dari Tony Blair Institute menyebut akses finansial sebagai pelindung sosial saat krisis, mengacu pada pengalaman pandemi COVID-19.
Angka inklusi keuangan nasional memang menunjukkan peningkatan, dengan kepemilikan rekening mencapai 76,3 persen dan pemanfaatan layanan keuangan formal sebesar 88,7 persen, namun tetap perlu ditelaah lebih dalam terkait kesesuaian dan keadilan distribusinya.
Tantangan Ketimpangan Digital dan Gender
Strategi digitalisasi memang menjadi pilar utama inklusi keuangan, tetapi jika tidak inklusif, justru dapat memperlebar ketimpangan.
Inovasi digital harus mempertimbangkan akses perangkat, literasi digital, serta bahasa aplikasi yang ramah pengguna.
IFIS 2025 juga menyoroti pentingnya pemberdayaan perempuan karena mereka berada di garis depan ekonomi rumah tangga namun kerap minim akses keuangan.
Akses keuangan bagi perempuan berdampak ganda: memperkuat ekonomi keluarga dan memutus rantai kemiskinan.
Presiden Prabowo menekankan pentingnya literasi keuangan agar masyarakat tidak terjebak dalam pinjaman ilegal atau investasi bodong.
Peran Daerah dan Visi Indonesia Emas 2045
Forum ini juga meluncurkan Indeks Akses Keuangan Daerah (IKAD) sebagai jembatan antara visi pusat dan kebutuhan daerah.
Kepala Eksekutif OJK Friderica Widyasari Dewi menyatakan bahwa peran 552 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) menjadi kunci pencapaian ASTA CITA dan Indonesia Emas 2045.
Pendekatan inklusi harus desentralistik, kontekstual, dan menghormati kearifan lokal agar hasilnya tidak seragam namun sesuai kebutuhan wilayah.
Dari Diskusi ke Aksi Nyata
IFIS 2025 menjadi pengingat bahwa masih banyak pekerjaan rumah: mulai dari kesenjangan digital, bias gender, rendahnya literasi keuangan, hingga dominasi sistem keuangan di kota besar.
Inklusi sejati menuntut keberpihakan dan tindakan konkret, bukan sekadar administratif.
Negara yang sungguh mendorong inklusi keuangan berarti tengah menyusun ulang kontrak sosial yang lebih adil dan beradab.
- Penulis :
- Gian Barani