
Pantau - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kekhawatiran atas dampak gejolak ekonomi global terhadap pelaksanaan transisi energi nasional, termasuk potensi perlambatan pengurangan penggunaan energi tak terbarukan seperti batu bara.
Investasi hijau terancam melemah, APBN belum cukup
Dalam diskusi bersama Perwakilan Khusus Inggris untuk Iklim Rachel Kyte, Sri Mulyani menegaskan bahwa gangguan rantai pasok dan lemahnya ekonomi global dapat menghambat investasi green energy. Ia menekankan bahwa jika investasi sektor energi bersih terhambat, maka proses transisi energi akan tertunda dan dampak perubahan iklim tak dapat dicegah.
Kementerian Keuangan mencatat, dari 2016 hingga 2023, APBN telah menggelontorkan Rp610,12 triliun untuk aksi iklim. Namun, itu baru mencakup 12,3 persen dari total kebutuhan pembiayaan iklim hingga 2030.
Insentif fiskal dan skema inovatif diperkuat
Pemerintah telah memberikan insentif fiskal senilai Rp38,8 triliun untuk sektor energi terbarukan sejak 2019, dan angkanya diperkirakan mencapai Rp51,5 triliun pada 2025. Di sisi lain, skema seperti green sukuk, SDG bonds, dan taksonomi keuangan berkelanjutan juga sedang dikembangkan.
Upaya tambahan mencakup penggunaan blended finance serta dorongan kepada sektor swasta untuk terlibat aktif dalam efisiensi energi, ekonomi sirkular, pelaporan jejak karbon, dan penerapan nilai ekonomi karbon domestik.
- Penulis :
- Gian Barani