HOME  ⁄  Nasional

Warga Banyuwangi Tewas Jadi Korban TPPO di Kamboja, DPR Minta Penguatan Sistem Imigrasi dan Peran Desa

Oleh Gian Barani
SHARE   :

Warga Banyuwangi Tewas Jadi Korban TPPO di Kamboja, DPR Minta Penguatan Sistem Imigrasi dan Peran Desa
Foto: Tragedi kematian WNI asal Banyuwangi korban TPPO di Kamboja jadi sorotan, Ketua Komisi XIII desak penguatan sistem imigrasi dan edukasi migrasi aman. (Sumber: Dok. Istimewah)

Pantau - Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Rizal Sampurna, warga negara Indonesia asal Banyuwangi yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja.

Rizal diketahui meninggal dunia setelah bekerja sebagai operator judi online di Kamboja dan diduga kuat direkrut melalui jalur nonprosedural oleh agen ilegal yang menyelundupkannya bersama 20 WNI lainnya.

Kasus ini dinilai Willy sebagai bukti nyata masih adanya celah dalam sistem perlindungan HAM dan sistem keimigrasian Indonesia yang perlu segera diperbaiki.

Pemulangan Jenazah, Kritik, dan Dorongan Perbaikan Sistem

Jenazah Rizal akhirnya berhasil dipulangkan ke Banyuwangi setelah dua bulan perjuangan keluarganya.

Awalnya, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berencana menanggung biaya pemulangan, namun kemudian KBRI Phnom Penh berhasil menekan perusahaan tempat Rizal bekerja agar menanggung seluruh biaya tersebut.

Pihak keluarga menyatakan bahwa Rizal tidak memiliki riwayat penyakit jantung, meski kematiannya disebut akibat serangan jantung.

Willy mengapresiasi kerja sama antara Kementerian Luar Negeri, KBRI Phnom Penh, dan masyarakat sipil dalam memfasilitasi proses pemulangan jenazah, meskipun kritik terhadap proses tersebut tetap dianggap sebagai masukan konstruktif untuk perbaikan ke depan.

Komisi XIII DPR menegaskan komitmennya untuk terus mencari solusi agar tragedi serupa tidak terulang.

Sindikat, Penindakan, dan Pencegahan Berbasis Desa

Willy menyoroti faktor pendorong seperti kemiskinan dan pengangguran, serta faktor penarik berupa janji pekerjaan yang sering digunakan sebagai modus sindikat TPPO.

Ia mendesak agar sistem keimigrasian dioptimalkan untuk mencegah keberangkatan ilegal dan penanganan terhadap sindikat TPPO dilakukan secara menyeluruh sebagai bagian dari perlindungan HAM oleh negara.

Ia mengakui bahwa negara masih kekurangan sumber daya untuk mengawasi pengiriman tenaga kerja nonresmi dan menyerukan pengembangan sistem pengawasan terhadap WNI di luar negeri.

Willy juga mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI) serta menindak tegas sindikat pelanggar hukum.

Komisi XIII turut menyoroti pentingnya program-program dalam Asta Cita Presiden, seperti makan bergizi gratis dan Koperasi Merah Putih, yang diyakini bisa mengurangi beban ekonomi masyarakat dan menekan dorongan untuk menjadi PMI ilegal.

Ia menegaskan bahwa Presiden telah menginstruksikan aparat penegak hukum untuk menindak sindikat pengiriman ilegal PMI, dan bahwa Kepolisian RI sudah memiliki data sindikat tersebut.

Willy juga menekankan pentingnya literasi dan edukasi migrasi aman yang harus digalakkan hingga ke tingkat desa.

Pemerintah desa dan masyarakat lokal, menurutnya, memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi yang benar, menangkal rekrutmen ilegal, dan mendidik warga agar tidak tergoda dengan tawaran kerja luar negeri yang tidak resmi.

Penulis :
Gian Barani
Editor :
Ricky Setiawan