Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Komaruddin Hidayat Serukan SOP Khusus Perlindungan Jurnalis Perempuan di Tengah Maraknya Kekerasan Digital

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

Komaruddin Hidayat Serukan SOP Khusus Perlindungan Jurnalis Perempuan di Tengah Maraknya Kekerasan Digital
Foto: Ketua Dewan Pers minta redaksi buat SOP perlindungan jurnalis, soroti kekerasan digital terhadap pekerja media perempuan.(Sumber: ANTARA/Narda Margaretha Sinambela.)

Pantau - Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menegaskan pentingnya setiap redaksi media menyusun standar operasional prosedur (SOP) yang secara khusus melindungi jurnalis, terutama perempuan, dari berbagai bentuk kekerasan dan teror digital.

Pernyataan ini disampaikan Komaruddin sebagai tanggapan atas meningkatnya kasus kekerasan yang dialami pekerja media dalam beberapa tahun terakhir.

Menurutnya, kebebasan berekspresi tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab sosial, sehingga pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus berkomitmen melindungi ruang publik dari serangan tidak etis, baik di media massa maupun media sosial.

Komaruddin menekankan perlunya penerapan etika sosial yang tegas sebagaimana yang berlaku di negara-negara maju, khususnya dalam menghadapi isu seperti SARA, doxing, dan penghinaan terhadap individu.

Ia juga menyoroti membanjirnya konten digital yang hanya mengedepankan sensasi tanpa mempertimbangkan nilai edukatif.

Insan pers, menurut Komaruddin, harus menjadi garda terdepan dalam memperkuat literasi publik dan menegakkan standar etika sosial.

Kekerasan terhadap Jurnalis Terus Terjadi, Perempuan Semakin Rentan Jadi Korban

Berdasarkan data dari Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, sepanjang tahun 2024 tercatat 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis, dengan tujuh di antaranya menimpa jurnalis perempuan.

Sementara itu, pada periode Januari hingga Maret 2025, tercatat 23 kasus kekerasan, dan lima di antaranya juga dialami oleh perempuan.

Rincian pelaku kekerasan terhadap jurnalis pada 2024 menunjukkan keterlibatan aparat negara maupun kelompok masyarakat, antara lain: polisi (19 kasus), TNI (11 kasus), warga (11 kasus), orang tak dikenal (10 kasus), serta pihak swasta dan institusi lainnya.

Untuk triwulan pertama 2025, pelaku kekerasan terbanyak adalah orang tak dikenal (8 kasus), disusul oleh polisi (3 kasus), Satpol PP (2 kasus), dan berbagai unsur lainnya seperti aparat pemerintah, DPRD, dan pekerja profesional.

Kondisi ini menegaskan pentingnya regulasi internal media dan peran aktif Dewan Pers dalam memastikan perlindungan yang maksimal terhadap jurnalis, khususnya kelompok yang rentan terhadap intimidasi dan kekerasan berbasis gender.

Penulis :
Balian Godfrey