
Pantau - Tim jaksa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung resmi melimpahkan sembilan tersangka kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015–2016 beserta barang bukti ke jaksa penuntut umum (JPU) pada Senin, 19 Mei 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyatakan bahwa setelah pelimpahan tahap II ini, jaksa penuntut umum akan segera menyiapkan surat dakwaan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sembilan tersangka yang dilimpahkan merupakan direktur utama dan direktur perusahaan swasta yang terlibat dalam skema impor gula kristal mentah (GKM) yang diklaim untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
Mereka adalah TWN (PT Angels Products), WN (PT Andalan Furnindo), HS (PT Sentra Usahatama Jaya), IS (PT Medan Sugar Industry), TSEP (PT Makassar Tene), HAT (PT Duta Sugar International), ASB (PT Kebun Tebu Mas), HFH (PT Berkah Manis Makmur), dan ES (PT Permata Dunia Sukses Utama).
Barang bukti yang turut dilimpahkan dalam tahap ini antara lain mobil-mobil mewah seperti Honda CR-V, Toyota Corolla Altis, Hyundai IONIQ 5, Mercedes Benz S 450, serta sejumlah barang bukti elektronik.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menjelaskan bahwa seluruh tersangka berasal dari kalangan swasta.
"Jadi, sebelum ada penandatanganan kontrak, delapan perusahaan tersebut sudah diundang terlebih dahulu. Sudah diberi tahu bahwa mereka nanti yang akan melakukan pengadaan GKM yang kemudian untuk diolah menjadi GKP dalam rangka stabilisasi harga pasar dan stok gula nasional," ujar Qohar.
Dugaan Rekayasa Impor dan Kerugian Negara
Pada 2015, digelar rapat koordinasi bidang perekonomian untuk membahas kekurangan GKP sebanyak 200.000 ton pada awal 2016.
Namun, rapat tersebut tidak memutuskan perlunya impor GKP, dan justru terjadi pengaturan impor GKM oleh swasta atas inisiatif pejabat terkait.
Pada November–Desember 2015, Charles Sitorus, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI yang telah lebih dulu menjadi tersangka, memerintahkan jajarannya untuk menemui delapan perusahaan swasta dan menunjuk mereka sebagai pengimpor GKM.
Pada Januari 2016, Menteri Perdagangan saat itu, Tom Lembong, baru menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk mengelola GKM menjadi GKP, setelah pertemuan dengan perusahaan-perusahaan swasta tersebut berlangsung empat kali.
"Jadi, penugasannya baru belakangan setelah mereka melakukan rapat empat kali untuk ditunjuk sebagai importir gula," kata Qohar.
Delapan perusahaan tersebut kemudian menjalin kerja sama dengan PT PPI dan mendapatkan persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan, meski hanya BUMN yang memiliki kewenangan melakukan impor GKP.
"Terlebih delapan perusahaan gula itu hanya memiliki izin industri sebagai produsen gula rafinasi," tambah Qohar.
Pada 7 Juni 2016, Tom Lembong memberikan izin impor GKM kepada PT Kebun Tebu Mas sebesar 110.000 ton.
Hasil olahan gula dari GKM itu seolah-olah dibeli oleh PT PPI, padahal dijual ke pasar oleh pihak swasta melalui distributor terafiliasi dengan harga mencapai Rp16.000 per kilogram.
Harga tersebut jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu yang ditetapkan sebesar Rp13.000 per kilogram.
PT PPI juga menerima fee sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan tersebut.
"Dengan adanya penerbitan persetujuan impor GKM menjadi gula GKP oleh Menteri Perdagangan saat itu, saudara TTL selaku tersangka, kepada para tersangka yang merupakan pihak swasta, menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar pada masyarakat tidak tercapai," jelas Harli Siregar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
- Penulis :
- Arian Mesa