
Pantau - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetyani, menyoroti berbagai persoalan dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat melakukan Kunjungan Kerja Panitia Kerja (Panja) Pengawasan JKN Komisi IX ke Surabaya, Jawa Timur, Kamis (22/5/2025).
Permasalahan Kepesertaan dan Akses JKN
Netty menekankan pentingnya memastikan seluruh warga negara terdaftar sebagai peserta JKN, baik melalui jalur mandiri maupun sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI).
"Setiap orang harus kita pastikan terdaftar sebagai peserta JKN, baik melalui skema mandiri maupun sebagai penerima bantuan iuran (PBI)," ujarnya.
Ia menyoroti persoalan nonaktifnya status PBI secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan yang menyulitkan masyarakat saat mengakses layanan kesehatan.
Masalah kesediaan dan kemampuan masyarakat dalam membayar iuran JKN atau willingness and ability to pay juga menjadi perhatian.
"Ada orang yang tidak mau membayar kecuali ketika sakit, dan ada yang memang tidak mampu. Ini jadi beban jika tetap dipaksa membayar tunggakan dan denda saat membutuhkan layanan," ujar Netty.
Ia mendorong pemerintah untuk mencari solusi yang adil agar masyarakat miskin tidak semakin kesulitan dalam mendapatkan layanan kesehatan.
Kesiapan Fasilitas Jelang Implementasi KRIS
Selain masalah kepesertaan, Netty juga menyoroti kesiapan fasilitas kesehatan menjelang implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juni 2025.
Ia menegaskan bahwa implementasi KRIS memerlukan penyesuaian infrastruktur yang mencakup jumlah tempat tidur dan ketersediaan toilet di setiap ruang rawat inap.
"Standarisasi ini harus disepakati bersama antara BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan stakeholder lainnya. Kita ingin memastikan kesiapan fasilitas kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta," kata Netty.
Ia juga menekankan perlunya analisis kebutuhan tenaga kesehatan, khususnya dokter dan tenaga medis di Jawa Timur.
Menurutnya, kebijakan pencetakan dan distribusi dokter harus berdasarkan data kebutuhan riil di tiap daerah.
"Kita tidak ingin wacana menurunkan kompetensi dokter karena alasan kekurangan tenaga kesehatan menimbulkan polemik. Kebijakan harus berbasis peta kebutuhan yang jelas," tandasnya.
- Penulis :
- Arian Mesa