
Pantau - Kementerian Agama (Kemenag) bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) tengah merumuskan kerangka regulasi nasional untuk memperkuat tata kelola wakaf agar lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat di lapangan.
Ketua Divisi Hukum dan Penanganan Aset BWI, Dendy Zuhairil Finsa, menegaskan pentingnya regulasi yang kuat agar seluruh proses sertifikasi dan pengelolaan tanah wakaf memiliki dasar hukum yang seragam di seluruh wilayah Indonesia.
"Karena itu yang kita butuhkan sekarang adalah satu kerangka regulasi nasional yang mampu menjembatani dan menyinergikan pelaksanaan aturan di pusat dan daerah," ujar Dendy.
Kendala Teknis dan Perlunya Penyatuan Aturan
Dendy mengungkapkan bahwa perbedaan penafsiran regulasi antarinstansi kerap menjadi hambatan dalam proses sertifikasi tanah wakaf, sehingga menyulitkan masyarakat dan menghambat peran wakaf sebagai instrumen pembangunan umat.
Ia menyarankan agar berbagai aturan yang selama ini tersebar, baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, maupun kebijakan teknis antar-Kementerian dan Lembaga (K/L), disatukan dalam satu regulasi yang komprehensif.
"Kita harus duduk bersama. Kemenag, ATR/BPN, BPN daerah, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), bahkan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Karena, sering kali tanah wakaf terdampak proyek nasional. Butuh kesepahaman dasar agar tidak ada lagi tarik-menarik dalam proses legalisasi," tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas nazir serta pemahaman masyarakat tentang urgensi sertifikasi, sebab tanah wakaf yang belum tersertifikasi rentan disengketakan atau dialihfungsikan secara tidak sesuai syariat.
"Kalau ada daerah atau instansi yang berhasil mengamankan aset wakaf, itu harus diapresiasi. Ini kerja peradaban," ucap Dendy.
Ia turut mengapresiasi peran Kemenag melalui Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf yang telah memfasilitasi penyusunan regulasi teknis serta membuka ruang dialog lintas K/L.
"Regulasi tidak boleh lahir di ruang kosong. Ia harus lahir dari kebutuhan nyata di lapangan. Di sinilah peran Kemenag dan BWI untuk menyusun kerangka hukum yang hidup dan menjawab tantangan zaman," ujarnya.
Sinkronisasi Kewenangan dan Pendekatan Sosial
Kasubdit Pengawasan dan Pengamanan Harta Benda Wakaf Kemenag, Jaja Jarkasih, mengungkapkan bahwa langkah konkret yang tengah dilakukan adalah memperjelas batas kewenangan dan prosedur antarinstansi, terutama dalam kasus tanah wakaf yang terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN).
"kami terus mendorong adanya harmonisasi regulasi, termasuk sinkronisasi antara Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, dan Keputusan Menteri Agama. Semua harus saling menguatkan, bukan berjalan sendiri-sendiri," ujar Jaja.
Ia menambahkan bahwa tantangan di lapangan bukan disebabkan oleh kurangnya niat baik, melainkan belum adanya kepastian teknis mengenai prosedur legalisasi aset wakaf.
"Misalnya soal tanah pengganti PSN, kapan bisa AJB (Akta Jual Beli), kapan bisa LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara). Ini semua harus kita perjelas dalam regulasi," terangnya.
Menurut Jaja, penguatan regulasi perlu diiringi pendekatan sosial dan budaya agar proses sertifikasi wakaf tidak hanya diterima secara hukum, tetapi juga oleh nilai-nilai lokal.
"Kita tidak cukup bicara hukum, tapi juga kepercayaan publik. Ketika masyarakat yakin bahwa pemerintah melindungi aset wakaf, maka mereka akan lebih terbuka untuk bersertifikasi," tutupnya.
- Penulis :
- Arian Mesa