
Pantau - Satgas Antimafia Tanah Polda Kepulauan Riau menangkap tujuh tersangka kasus pemalsuan sertifikat tanah yang mengakibatkan kerugian mencapai Rp16,84 miliar.
Pengungkapan kasus bermula dari laporan warga ke Polresta Tanjungpinang saat ingin mengubah sertifikat analog menjadi elektronik, namun ditemukan bahwa sertifikat tersebut palsu.
BPN Kanwil Tanjungpinang kemudian melaporkan temuan itu ke polisi hingga dilakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.
"Penyidikan intensif dilakukan Satgas Antimafia Tanah Polresta Tanjungpinang diback-up Polda Kepri hingga bisa mengamankan tujuh orang pelaku," ungkap pihak kepolisian.
Tersangka Gunakan Modus Terstruktur dan Jaringan Terorganisir
Objek pemalsuan berupa sertifikat tanah dengan lahan tersebar di Tanjungpinang, Batam, dan Bintan.
Para pelaku berperan beragam, mulai dari mengaku sebagai anggota Satgas Antimafia Tanah, petugas BPN, juru ukur, hingga pembuat sertifikat palsu.
Ketujuh tersangka yang ditangkap berinisial ES, RAZ, MR, ZA, LL, KS, dan AY.
"Tindak kejahatan ini telah dilakukan sejak 2023 sampai kami tangkap Juni 2025," jelas penyidik.
Sebanyak 247 pemohon menjadi korban, baik perorangan maupun badan hukum, dengan jumlah terbanyak berasal dari Batam.
Para pelaku mencetak 44 sertifikat palsu, yang terdiri dari 10 sertifikat elektronik dan 34 sertifikat analog, termasuk Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB).
"Kalau di Bintan, tersangka ES meminta bayaran pengurusan sertifikat bervariasi mulai dari Rp20 sampai Rp30 juta. Tapi kalau di Batam kisaran Rp1,5 miliar," bebernya.
Ancaman Hukuman Maksimal 6 Tahun Penjara
Para pelaku dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP dan/atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 56, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ancaman hukuman maksimal dalam kasus ini adalah enam tahun penjara.
Polda Kepri menyatakan akan terus mendalami kemungkinan adanya pelaku lain serta memastikan perlindungan terhadap korban.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf