Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pakar dan DPR Dorong Reformasi Jaminan Pensiun Nasional, Hadapi Ancaman Penuaan Penduduk

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Pakar dan DPR Dorong Reformasi Jaminan Pensiun Nasional, Hadapi Ancaman Penuaan Penduduk
Foto: Pakar dan DPR Dorong Reformasi Jaminan Pensiun Nasional, Hadapi Ancaman Penuaan Penduduk(Sumber: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/nz)

Pantau - Dyah Larasati dari Lembaga Arunala Indonesia mendorong penguatan komitmen pemerintah dalam membangun sistem jaminan pensiun yang inklusif dan berkelanjutan di tengah tren penuaan penduduk Indonesia yang semakin nyata.

"Isu aging (penuaan) sama isu jaminan hari tua atau jaminan pensiun itu sudah cukup lama dan memang sebenarnya ada banyak alasan yang melatarbelakangi kenapa masih sangat kecil," ungkap Dyah.

Saat ini, hanya sekitar 14 juta atau 37 persen dari total angkatan kerja formal yang terdaftar dalam program jaminan pensiun.

Tantangan Literasi dan Akses bagi Pekerja Informal

Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor informal, yang tidak otomatis masuk dalam skema perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Dyah menyebut rendahnya literasi dan kesadaran terhadap pentingnya menyiapkan hari tua sebagai penyebab utama partisipasi yang minim.

Pekerja informal kelas menengah atas cenderung memilih asuransi swasta, sementara pekerja informal kelas bawah sering kali tidak mampu menyetor iuran secara rutin.

Kepercayaan publik terhadap sistem asuransi nasional juga merosot akibat kasus Jiwasraya dan Asabri.

Untuk meningkatkan partisipasi, Dyah mendorong kampanye literasi secara masif dan mengusulkan insentif pemerintah bagi pekerja informal agar tertarik mengikuti program jaminan sosial.

Ia juga mengusulkan skema iuran yang fleksibel, seperti pembayaran bulanan, triwulanan, atau sesuai kemampuan peserta.

Perlu Perubahan Regulasi dan Dukungan Fiskal

Dyah menekankan urgensi reformasi sistem jaminan pensiun mengingat jumlah lansia di Indonesia yang diperkirakan meningkat dari 33 juta saat ini menjadi 65 juta pada 2045.

"Kalau tidak disiapkan sejak sekarang, risiko sosial dan ekonomi pada masa depan akan sangat besar. Harapannya semakin banyak masyarakat yang mulai menabung dan menyadari pentingnya jaminan hari tua sebagai bagian dari perlindungan sosial jangka panjang," jelas Dyah.

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, turut mendorong perbaikan regulasi agar sistem jaminan pensiun menjadi lebih inklusif dan berkelanjutan.

Ia mengusulkan revisi Pasal 39–42 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk membuka akses bagi seluruh pekerja, termasuk dari sektor informal.

Edy juga mendorong perubahan Pasal 14 dan 17 UU SJSN agar pemerintah bisa menanggung iuran pensiun bagi pekerja miskin dan tidak mampu.

Selain itu, ia mendesak penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) dari Pasal 23 UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN guna menjamin kesinambungan kepesertaan saat seseorang berpindah status dari swasta ke aparatur sipil negara.

Peningkatan Manfaat dan Pengawasan Program

Untuk memperkuat manfaat, Edy mengusulkan peningkatan koefisien manfaat pensiun dari 1 persen menjadi 1,33 persen, merujuk pada Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952.

Ia juga meminta agar manfaat pensiun minimal ditetapkan sebesar 1,5 kali garis kemiskinan bagi peserta yang mengalami cacat total tetap dan ahli warisnya.

Dalam rangka menjaga keberlanjutan program, ia mendesak peningkatan iuran jaminan pensiun (JP) guna menghindari defisit keuangan.

Edy juga mengusulkan agar pengawas BPJS Ketenagakerjaan diberi kewenangan pemeriksaan langsung, didukung oleh pengawas ketenagakerjaan dari Kementerian Ketenagakerjaan.

Terakhir, ia mendorong konsolidasi program Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Hari Tua (JHT), dan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi satu sistem tabungan hari tua nasional yang terintegrasi.

Penulis :
Aditya Yohan