Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Anggota Komisi IV DPR Ingatkan Pembukaan Sawit di Papua Harus Jaga Lingkungan dan Keadilan Sosial

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Anggota Komisi IV DPR Ingatkan Pembukaan Sawit di Papua Harus Jaga Lingkungan dan Keadilan Sosial
Foto: (Sumber: Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan. ANTARA/HO-DPR)

Pantau - Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menegaskan pembukaan lahan kelapa sawit di Papua harus mempertimbangkan keselamatan lingkungan dan keadilan sosial agar tidak merugikan masyarakat setempat.

Johan mendorong pemerintah melakukan kajian lingkungan hidup strategis secara terbuka sebelum merealisasikan rencana besar pembangunan energi di Papua.

Ia menegaskan pembangunan energi nasional tidak boleh mengabaikan aspek lingkungan dan sosial yang berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang.

“Imbauan saya jelas, pembangunan energi harus sejalan dengan keselamatan lingkungan dan keadilan sosial. Papua bukan laboratorium coba-coba kebijakan. Sekali salah langkah, dampaknya bisa jauh lebih serius dan sulit dipulihkan,” ungkap Johan.

Selain kajian lingkungan, Johan juga menekankan pentingnya audit menyeluruh terhadap perizinan lahan kelapa sawit yang sudah maupun akan diberikan di Papua.

Ia menegaskan masyarakat adat Papua harus dilibatkan sebagai subjek utama dalam setiap kebijakan pembangunan yang menyangkut ruang hidup mereka.

Johan menilai wacana penanaman kelapa sawit di Papua tidak boleh dilihat semata dari sisi ekonomi atau ketahanan energi nasional.

Menurutnya, rencana tersebut harus diuji secara serius dari aspek ekologi, sosial, serta tata kelola lahan yang berkeadilan.

Kelapa sawit, kata Johan, bukan tanaman yang otomatis salah, namun risikonya akan sangat besar jika ditanam tanpa perencanaan ekologis yang ketat dan tanpa menghormati daya dukung lingkungan serta hak masyarakat adat.

“Pengalaman bencana ekologis di Aceh dan Sumatera harus menjadi pelajaran nasional,” tegasnya.

Johan menjelaskan Papua memiliki karakter ekologis yang sangat sensitif dengan hutan alam yang luas, wilayah adat yang kompleks, serta fungsi hidrologi yang lebih rentan dibandingkan daerah lain.

Oleh karena itu, ia menilai kebijakan penanaman sawit di Papua tidak dapat disamakan dengan pendekatan pembangunan di wilayah lain di Indonesia.

“Papua itu berbeda. Pendekatan pembangunan harus berbasis kehati-hatian, berbasis ilmu pengetahuan, dan berbasis penghormatan terhadap masyarakat adat,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan komitmen pemerintah untuk mewujudkan swasembada energi nasional guna mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak.

Prabowo menyebut nilai impor BBM Indonesia mencapai Rp520 triliun per tahun dan negara berpotensi menghemat sekitar Rp250 triliun jika impor dapat dikurangi setengahnya.

Pemerintah menargetkan pada 2026 Indonesia tidak lagi mengimpor solar dan pada tahap berikutnya menghentikan impor bensin.

Prabowo menyatakan target tersebut “sangat mampu” dicapai karena potensi energi baru terbarukan di berbagai daerah, termasuk Papua.

Selain pengembangan energi baru terbarukan, Prabowo juga mendorong pemanfaatan bioenergi dari kelapa sawit, tebu, dan singkong sebagai bahan baku biodiesel dan bioetanol.

“Ini semua adalah supaya ada kemandirian tiap daerah. Kalau ada tenaga surya dan tenaga air, tidak perlu kirim-kirim BBM mahal-mahal dari daerah-daerah dan juga nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit, juga tebu menghasilkan etanol,” ungkap Prabowo.

Penulis :
Aditya Yohan