Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Wamendagri Bima Arya Tegaskan Perlunya Sistem Pemilu yang Konsisten Pasca Putusan MK

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Wamendagri Bima Arya Tegaskan Perlunya Sistem Pemilu yang Konsisten Pasca Putusan MK
Foto: Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto respons soal putusan MK terkait pemisahan pemilihan umum di Badung, Bali (sumber: ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari)

Pantau - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan lokal, dan menekankan pentingnya sistem pemilu yang konsisten dan tidak berubah-ubah.

Bima menyatakan bahwa perubahan sistem pemilu yang terlalu sering dapat mengganggu kesinambungan demokrasi di Indonesia.

" Kami melihatnya bahwa kita itu perlu sistem pemilu yang melembaga dan berkelanjutan, bisa dibayangkan kalau bergonta-ganti setiap pemilu maka kita tidak akan memiliki sistem yang ajeg," ungkapnya.

Putusan MK dan Implikasinya

Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menetapkan pemisahan antara pemilu anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dengan pemilu anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta gubernur dan wakil gubernur.

Sistem baru ini akan mulai diterapkan pada tahun 2029, yang mengakhiri praktik pemilu serentak lima surat suara seperti yang berlaku sebelumnya.

Meski demikian, MK juga mencatat bahwa belum ada perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Bima menegaskan bahwa pemerintah dan DPR saat ini sedang dalam proses merevisi UU Pemilu.

" Jadi ada atau tidak putusan MK proses ini berjalan itu yang pertama, kedua, putusan MK ini sedang kami pelajari karena bagaimanapun juga revisi itu harus tetap selaras dan senafas dengan Undang-Undang Dasar, tidak boleh bertentangan," jelasnya.

Kajian dan Sikap Pemerintah

Bima menyebut bahwa pemerintah belum mengambil kesimpulan akhir terkait sikap terhadap putusan tersebut, karena kajian mendalam masih terus berlangsung.

" Belum ada kesimpulan, ini kan baru memulai penelitian baru memulai pengkajian kami akan kaji dulu, kami berharap putusan MK ini bisa senafas dan selaras dengan UUD 1945," ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa isi dan substansi putusan MK saat ini sedang dipelajari secara rinci agar proses revisi undang-undang tetap sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

" Kami sedang pelajari secara detail karena ingin proses revisi itu nanti tetap berjalan dengan undang-undang dan dalam proses kajian ini kami pun melihat muatan-muatan materi substansi dari putusan MK tadi," terangnya.

Lebih lanjut, Bima menjelaskan bahwa pemisahan pemilu ini dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan mengenai definisi rezim pemilu antara MK dan pihak lain.

" MK menganggap bahwa pilkada dan pemilu itu satu rezim, menafsirkan original intens dari proses perubahan Undang-Undang 1945, sementara banyak berpendapat bahwa Undang-Undang 1945 itu memisahkan antara rezim pilkada dan rezim pemilu, karena itu turunan undang-undangnya juga akan berbeda," tutupnya.

Penulis :
Shila Glorya
Editor :
Tria Dianti