
Pantau - DPR RI membentuk tim supervisi untuk mengawasi proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang dijalankan oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenbud RI), menyusul kontroversi yang mencuat di tengah masyarakat.
Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah harus dilakukan secara transparan dan tidak boleh mengaburkan fakta-fakta yang ada.
"Jadi, jangan sampai fakta-fakta sejarah kemudian tidak dihargai dan dihormati," ungkapnya.
Tim supervisi ini merupakan hasil dari konsultasi internal antara pimpinan DPR, sebagaimana dijelaskan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
"Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya, maka DPR akan membentuk menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah," ujarnya.
Kontroversi Proyek dan Penolakan Komisi X DPR
Kontroversi bermula dari kekhawatiran sejumlah pihak atas potensi penghapusan fakta sejarah penting, termasuk tragedi pemerkosaan massal 1998 yang dinilai dikesampingkan oleh Menbud Fadli Zon.
Beberapa anggota Komisi X DPR RI sebelumnya meminta agar proyek penulisan ulang ini ditunda atau dihentikan.
Proyek ini melibatkan 113 sejarawan dari berbagai daerah di Indonesia, meskipun sebagian dari mereka dilaporkan mengundurkan diri karena menemukan kejanggalan dalam prosesnya.
Puan menegaskan pentingnya melibatkan semua pihak secara adil tanpa menghilangkan jejak siapa pun dalam sejarah bangsa.
"Kita harus sama-sama menghargai dan menghormati bahwa penulisan sejarah itu harus dilaksanakan sejelas-jelasnya, seterang-terangnya, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya," katanya.
Penekanan Transparansi dan Semangat Jas Merah
Dalam berbagai kesempatan, Puan terus mengingatkan agar proyek ini dilakukan secara terbuka dan tidak mengaburkan realitas sejarah Indonesia.
"Yang penting jangan ada pengaburan atau penulisan ulang terkait sejarah yang tidak meluruskan sejarah," tegasnya.
Ia juga menyinggung pentingnya menjaga istilah-istilah sejarah seperti 'Orde Lama' dan menghindari penghapusan kalimat yang sensitif namun historis.
"Ya itu apapun kalimatnya, apapun kejadiannya jangan sampai ada yang tersakiti, jangan sampai ada yang dihilangkan karena sejarah tetap sejarah. Jadi harus dikaji dengan baik dan dilakukan dengan hati-hati," ucapnya.
Puan kembali mengingatkan tentang pentingnya semangat Jas Merah (Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah) yang dicetuskan oleh Presiden pertama RI, Sukarno.
"Jadi ‘Jas Merah’, jangan sekali-sekali melupakan sejarah," ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa sejarah bangsa tidak selalu indah, namun harus tetap dipelajari dan dimaknai oleh generasi muda sebagai bagian dari pembentukan identitas nasional.
"Harus tahu kenapa Indonesia berdiri, pahit dan getirnya, berhasil dan baiknya, itu karena memang sudah banyak sekali hal yang terjadi," jelasnya.
Tim supervisi DPR RI terdiri dari anggota Komisi III yang membidangi hukum dan Komisi X yang membidangi pendidikan dan kebudayaan, dan dijadwalkan bekerja secara profesional untuk memastikan proyek ini berjalan sesuai kaidah sejarah dan tidak menimbulkan polemik lebih lanjut.
Sufmi Dasco Ahmad berharap kehadiran tim ini dapat meredam kontroversi yang muncul.
"Sehingga hal-hal yang menjadi kontroversi itu akan menjadi perhatian khusus oleh tim ini dalam melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan tim yang dibentuk oleh Kementerian Kebudayaan," ujarnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf