
Pantau - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2024 belum sepenuhnya mencapai sasaran strategis pembangunan, meskipun mencatat sejumlah capaian positif.
Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Beli Dinilai Masih Lemah
Anggota DPR RI Fraksi PKB, Indrajaya, menyampaikan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025 bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2024 hanya mencapai 5,03 persen.
Angka tersebut berada di bawah target APBN sebesar 5,2 persen.
Ia menilai hal ini mencerminkan lemahnya daya beli masyarakat, meskipun pemerintah telah menggelontorkan bantuan sosial hingga Rp455,9 triliun, meningkat 4,5 persen dari tahun sebelumnya.
Menurutnya, stimulus fiskal yang besar belum mampu mendorong konsumsi rumah tangga secara optimal.
PKB juga menyoroti pelemahan nilai tukar rupiah yang mencapai Rp15.847 per dolar AS, jauh dari asumsi APBN sebesar Rp15.000.
Indrajaya menilai depresiasi ini dipengaruhi oleh defisit neraca berjalan dan ketidakstabilan global.
Ia mengingatkan pemerintah untuk mempersiapkan strategi menghadapi unipolaritas global dan risiko konflik internasional terhadap rantai pasok dan nilai tukar.
Masalah Sektor Pajak dan Belanja Negara
Dalam aspek ketenagakerjaan, PKB mengapresiasi penurunan tingkat pengangguran terbuka menjadi 4,91 persen.
Namun, Indrajaya menegaskan bahwa sebanyak 57,95 persen pekerja masih berada di sektor informal, menandakan kualitas pekerjaan belum membaik secara signifikan.
Ia mendorong pemerintah menarik lebih banyak investasi padat karya di sektor hilirisasi, pertanian, kehutanan, dan kelautan.
Fraksi PKB mengapresiasi realisasi pendapatan negara sebesar Rp2.850,6 triliun atau 101,72 persen dari target, namun menilai rasio pajak terhadap PDB masih harus ditingkatkan.
Indrajaya menyoroti piutang perpajakan bermasalah, termasuk piutang pajak macet senilai Rp30,6 triliun dan piutang diragukan sebesar Rp21,78 triliun, yang menurutnya mencerminkan lemahnya tata kelola perpajakan.
Terkait belanja negara, PKB menilai realisasi sebesar Rp3.359,7 triliun belum optimal.
Belanja kementerian/lembaga dan transfer ke daerah dinilai belum berdampak signifikan terhadap penurunan kemiskinan atau peningkatan kesejahteraan nelayan.
Indrajaya juga menyoroti besarnya sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) 2024 yang mencapai Rp45,73 triliun, menandakan adanya overfinancing yang tidak memberikan efek berganda optimal, namun tetap menimbulkan beban bunga.
Meski demikian, PKB memberikan apresiasi atas opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk kesembilan kalinya sejak 2016.
Namun, Indrajaya menekankan bahwa penghargaan administratif tersebut harus diiringi pembenahan pelaksanaan di lapangan.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Aditya Yohan