
Pantau - DPR RI melalui Panitia Khusus (Pansus) RUU Pengelolaan Ruang Udara tengah mempercepat penyelesaian pembahasan rancangan undang-undang yang sebelumnya tertunda, dengan tujuan mengisi kekosongan hukum dalam pengaturan ruang udara nasional serta merespons perkembangan teknologi penerbangan.
RUU Ini Bukan Baru, Hanya Lanjutan dari Periode Sebelumnya
Ketua Pansus, Endipat Wijaya, menjelaskan bahwa RUU ini merupakan carry over dari periode DPR sebelumnya dan tidak muncul akibat konflik atau tarik-menarik kepentingan.
"Undang-undang pengelolaan ruang udara ini sebenarnya sudah dibahas sejak periode sebelumnya. Kami hanya melanjutkan karena waktu itu belum selesai dibahas secara detail. Bukan karena ada konflik atau tarik menarik kepentingan, tetapi karena waktunya memang terlalu mepet," ungkapnya.
Surat Presiden (Surpres) sebagai syarat pembahasan RUU baru diterbitkan pada September 2024, berdekatan dengan berakhirnya masa jabatan DPR sebelumnya.
"Jadi, ini murni soal waktu. Kami sekarang menjalankan tugas konstitusional untuk menyelesaikan apa yang belum sempat tuntas," tegas Endipat.
Tidak Mengganggu Kewenangan Lembaga Terkait
Endipat menegaskan bahwa keberadaan RUU ini tidak akan mengubah kewenangan lembaga-lembaga negara yang selama ini terlibat dalam pengelolaan ruang udara.
"Teman-teman (K/L) terkait tetap berjalan, bea cukai tetap berjalan, imigrasi tetap berjalan, kepolisian juga. TNI AU mungkin ada sedikit penyesuaian, tapi sama sekali tidak mengubah banyak aturan atau kewenangan yang selama ini sudah ada," ujarnya.
RUU ini justru dimaksudkan untuk memperkuat kerja sama antarinstansi dan memberikan dasar hukum yang kokoh bagi pengelolaan ruang udara yang selama ini belum diatur secara rinci.
"Kalau ada kekosongan hukum yang perlu diisi agar memperkuat kinerja kita semua, kami sangat terbuka. Silakan sampaikan, nanti kita masukkan dalam undang-undang," tambahnya.
Respons terhadap Perkembangan Teknologi dan Kearifan Lokal
RUU ini juga menjadi landasan hukum bagi Kementerian Perhubungan dalam merespons kemajuan teknologi penerbangan, termasuk uji coba taksi drone dan kemungkinan teknologi baru di masa depan.
"Kita ingin memberikan dasar hukum supaya nanti semua perkembangan teknologi penerbangan bisa diatur secara jelas. Misalnya kemarin ada uji coba taksi drone, atau nanti ke depan ada teknologi yang sama sekali baru. Dengan adanya UU ini, pemerintah punya landasan untuk membuat peraturan turunannya," jelas Endipat.
Dalam pembahasan, Pansus juga menekankan pentingnya mendengar masukan dari daerah dengan kekhususan budaya, seperti Bali.
Tradisi bermain layang-layang dan batas ketinggian bangunan menjadi perhatian serius dalam penyusunan pasal-pasal RUU.
"Kami tidak ingin budaya hilang, tetapi keselamatan penerbangan juga jangan diabaikan. Kalau sampai Bali menjadi tidak aman untuk penerbangan, wisatawan pun akan terganggu," ujarnya.
Pertemuan pembahasan RUU ini juga dihadiri sejumlah pejabat tinggi, seperti Pangkoopsud II Deni Hasoloan Simanjuntak, Kapus Jianstalitbang TNI Jorry S. Koloay, Dirjen Badilmiltun MA Yuwono Agung Nugroho, dan lainnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Aditya Yohan