
Pantau - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) mengusulkan agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mencantumkan ketentuan yang memungkinkan prajurit TNI diadili di peradilan pidana umum apabila melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau kekerasan seksual.
Koordinator Pelayanan Hukum LBH APIK, Tuani Sondang Rejeki Marpaung, menyatakan bahwa KUHAP perlu tegas membedakan antara pelanggaran militer dan pelanggaran pidana umum.
Tuani menekankan bahwa peradilan pidana umum seharusnya memiliki kewenangan mengadili prajurit militer jika melakukan kekerasan berbasis gender.
"Karena memang kasus-kasus kekerasan berbasis gender yang di mana pelakunya adalah prajurit TNI itu diproses di peradilan militer," ungkapnya.
Menurutnya, prajurit TNI hanya patut disidangkan di peradilan militer jika melakukan kejahatan perang atau kejahatan terhadap keamanan negara.
Namun, untuk tindak pidana seperti KDRT dan kekerasan seksual, prajurit seharusnya diproses di peradilan umum agar korban mendapatkan keadilan maksimal.
Tuani juga mengkritik pendekatan hukum yang selama ini digunakan oleh peradilan militer dalam menangani kasus kekerasan.
Ia menilai bahwa peradilan militer hanya menggunakan pasal-pasal dalam KUHP dan mengabaikan keberadaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"Dan kami melihat juga putusan-putusan itu sangat rendah. Perkosaan itu putusannya 9 bulan, 10 bulan, itu adalah pemerkosaan," katanya.
Ia menambahkan bahwa peradilan militer tidak menggunakan instrumen hukum seperti UU TPKS, Peraturan Mahkamah Agung, maupun Peraturan Kapolri, yang seharusnya dijadikan dasar dalam menjamin pemenuhan hak-hak korban.
"Mereka tidak mengenal itu. Jadi memang itu usulan kami supaya ditambahkan terkait koneksitas terkait peradilan militer dan peradilan umum itu harus dipisahkan," tegasnya.
LBH APIK mendorong agar revisi KUHAP mengatur pemisahan yurisdiksi secara tegas untuk memberikan keadilan yang setara, khususnya bagi korban kekerasan berbasis gender yang pelakunya berasal dari institusi militer.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf