
Pantau - Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi (LBH) PP Muhammadiyah secara resmi melayangkan somasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jabar atas dugaan pelanggaran hak privasi terhadap aktivis demokrasi Neni Nur Hayati.
Kuasa hukum Neni, Ikhwan Fahrojhi dari LBH Muhammadiyah, menuntut permintaan maaf terbuka serta penghapusan konten yang mencantumkan foto Neni dari seluruh akun resmi milik Pemprov dan Diskominfo Jabar.
Ikhwan menegaskan bahwa tanggung jawab atas dugaan pelanggaran ini juga melekat pada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
"Artinya ini ada dua yang kita ingin sampaikan adalah kepada Pemprov Jabar, namanya adalah Gubernur Provinsi Jawa Barat (Dedi Mulyadi) dan kemudian Dinas Komunikasi dan Informatika. Pertama yang kami tuntut adalah permintaan maaf secara terbuka, yang kedua melakukan takedown konten dari akun-akun yang memasang wajah klien kami," ungkapnya.
Konten Unggahan Tanpa Izin Picu Serangan Digital
Somasi ini dilayangkan setelah foto Neni digunakan tanpa izin dalam unggahan klarifikasi oleh Diskominfo Jabar dan disebarluaskan melalui akun-akun resmi milik Pemprov.
Ikhwan menjelaskan, "Pemasangan wajah klien kami tanpa izin adalah pelanggaran data pribadi yang dilindungi undang-undang. Dan ini memicu tindakan doxing, peretasan akun medsos, dan menciptakan ruang yang represif terhadap kebebasan berpendapat termasuk ancaman serius terhadap keselamatan."
Neni sendiri mengaku menjadi sasaran serangan digital intens sejak klarifikasi tersebut dipublikasikan. Ia melaporkan adanya peretasan terhadap akun media sosial pribadinya dan orang-orang terdekat, serta menerima ancaman kekerasan secara langsung.
"Brutalnya luar biasa. Ancaman yang saya terima sudah menyentuh pada potensi penyiksaan dan mengancam nyawa," ujar Neni.
Akibat tekanan tersebut, Neni memilih menghentikan sementara aktivitas edukasi politik yang biasa ia lakukan melalui media sosial.
Kritik Terhadap Pemerintah Dibalas Represif
Dalam kontennya, Neni kerap menyuarakan kritik terhadap fenomena pencitraan berlebihan dan penggunaan buzzer oleh kepala daerah.
"Saya ini warga Jawa Barat, dan sebagai warga, saya berkewajiban menyampaikan kritik sebagai bagian dari kontrol terhadap jalannya pemerintahan," jelasnya.
Ia menekankan bahwa tidak pernah menyebut nama Gubernur Jawa Barat atau menyasar individu tertentu dalam kritik yang disampaikan di media sosial.
Menurut Ikhwan, "Pernyataan Teh Neni merupakan kritik konstruktif yang seharusnya dijamin oleh konstitusi, bukan justru direspons dengan tindakan represif."
Ia juga mengklarifikasi bahwa dalam isu anggaran buzzer, Neni tidak pernah menyebutkan secara spesifik, namun hanya mendorong transparansi anggaran media daerah.
"Kalau memang ingin transparan, buka saja berapa anggaran belanja medianya setiap tahun. Media A berapa, media B berapa, kan bisa dipublikasi," ujar Neni.
Tenggat Somasi dan Langkah Hukum Lanjutan
LBH Muhammadiyah memberikan tenggat waktu 2 x 24 jam kepada Pemprov Jabar dan Diskominfo Jabar untuk menghapus konten yang mencantumkan wajah Neni, serta waktu lima hari untuk menyampaikan permintaan maaf terbuka.
Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, LBH Muhammadiyah akan menempuh jalur hukum berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
Neni berharap kasus ini menjadi momentum evaluasi bagi pemerintah daerah dalam menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan perlindungan atas kebebasan berpendapat warga negara.
- Penulis :
- Shila Glorya
- Editor :
- Tria Dianti