
Pantau - Polrestabes Makassar mengaktifkan patroli siber secara intensif untuk membongkar pola komunikasi para pelaku tawuran geng motor yang menggunakan istilah “COD” (Cash on Delivery) di media sosial sebagai sandi janjian melakukan tawuran.
Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana menjelaskan bahwa patroli siber menjadi kunci dalam mengungkap keberadaan para pelaku yang sempat kabur usai kejadian tawuran di tiga lokasi berbeda pada Sabtu malam, 19 Juli 2025.
"Patroli siber ini kita lakukan terus-menerus, dan barulah kita tahu keberadaan mereka, dan akhirnya mereka ditangkap," ungkapnya.
Tiga Lokasi Tawuran, Tiga Warga Jadi Korban
Tawuran terjadi di Jalan Cendrawasih, Jalan Veteran, dan satu titik lainnya di wilayah Kota Makassar.
Tiga orang warga sipil yang tidak terlibat dalam aksi tawuran turut menjadi korban dan harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Polisi menetapkan 23 pelaku sebagai tersangka, terdiri dari pemuda dan pelajar berusia 15 hingga 18 tahun.
Sebanyak 10 orang dinyatakan sebagai pelaku utama, dengan enam di antaranya melakukan pembacokan, dan sisanya membawa senjata tajam.
Arya mengatakan bahwa beberapa pembacokan terjadi di Jalan Cendrawasih dan Jalan Veteran.
Gunakan Kode “COD” di Medsos, Pelaku Dijerat Pasal Berlapis
Fenomena penggunaan istilah “COD” oleh pelaku disebut Arya sebagai bagian dari budaya Gen-Z yang mengubah arti kata menjadi sandi kejahatan.
"Memang kejadiannya berulang. Ini pun kita dapatnya dari patroli siber setelah mereka kabur. Kami mengolah TKP dan pengecekan saksi-saksi yang ada. Tapi itu tidak cukup, setelah itu kami melakukan patroli siber," jelasnya.
Pelaku dewasa dijerat Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.
Sementara pelaku yang membawa senjata tajam dikenakan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara.
Lima laporan polisi terkait kejadian ini juga telah diterima kepolisian.
Pelajar Terlibat Pidana Akan Dikeluarkan dari Sekolah
Kapolrestabes menegaskan bahwa penanganan tidak hanya dilakukan secara represif, tetapi juga melalui koordinasi lintas sektor bersama Pemerintah Kota Makassar dan Dinas Pendidikan.
"Dinas pendidikan sebenarnya sudah mengetahui hal ini. Dan setelah mereka terlibat pidana, pasti dikeluarkan dari sekolah. Kami juga sudah koneksi dengan wali kota, lurah, camat dan kepala sekolah," tegas Arya.
Sosialisasi kepada pelajar dan masyarakat terus digencarkan sebagai upaya preventif untuk mencegah aksi kekerasan berulang.
- Penulis :
- Aditya Yohan