
Pantau - Pakar kebijakan publik Trubus Rahardiansah menyatakan bahwa keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sangat bergantung pada penguatan pengawasan, peningkatan kualitas gizi, serta partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, tenaga pendidik, dan masyarakat.
Tantangan Distribusi dan Kualitas Gizi
Menurut Trubus, pengawasan dari pemerintah daerah penting dilakukan untuk mendukung kinerja Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di setiap wilayah.
"Pemerintah daerah harus terlibat membantu pengawasan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) mulai dari pengemasan, distribusi, dan peningkatan kapasitas dapur. Karena beda daerah, beda persoalan," tegasnya.
Trubus juga menekankan peran Badan Gizi Nasional (BGN) dalam meningkatkan edukasi kepada juru masak dan memberdayakan para ahli gizi.
Para ahli gizi memiliki tanggung jawab utama memastikan makanan yang disajikan memenuhi standar gizi dan higienitas.
“Banyak insiden keamanan pangan muncul karena minim edukasi kepada juru masak dan lemahnya sistem distribusi. Ada dapur yang mulai masak jam tujuh malam, tapi baru dibagikan ke sekolah pagi hari. Jarak waktu yang panjang itu bisa menyebabkan makanan basi,” jelas Trubus.
Ia menyarankan agar setiap dapur tidak memproduksi lebih dari 2.000 porsi per hari untuk menjaga mutu makanan.
Selain aspek teknis dan gizi, ia juga menyoroti pentingnya perencanaan dan edukasi yang menyeluruh agar pelaksanaan MBG berjalan optimal.
Partisipasi Publik dan Tata Kelola Real Time
Trubus mengingatkan bahwa BGN sebagai lembaga pelaksana MBG masih tergolong baru, sehingga pemahaman masyarakat terhadap struktur dan tanggung jawab antar-instansi masih minim.
Untuk itu, partisipasi publik menjadi sangat penting dalam memastikan program berjalan transparan dan bertanggung jawab.
“Kalau kepala sekolah dan guru ikut mencicipi, pengawasan jadi lebih nyata. Jangan sampai anak-anak jadi korban makanan tidak layak,” usulnya.
Ia juga mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses produksi dan distribusi makanan.
“Partisipasi publik bisa membangun kepercayaan. Ajak masyarakat ikut mengemas makanan, ikut melihat dapur. Itu membangun rasa memiliki,” ujarnya.
Meski mengakui implementasi MBG belum sempurna, Trubus mendukung langkah-langkah korektif yang telah dilakukan pemerintah.
Langkah tersebut mencakup penutupan dapur yang bermasalah dan pemberian sanksi kepada penyelenggara yang tidak memenuhi standar.
Trubus juga menyambut positif rencana penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur tata kelola MBG secara lebih detail.
Perpres ini akan memuat batas produksi, mekanisme pengawasan, dan tanggung jawab hukum jika terjadi insiden.
Ia mendorong agar sistem tata kelola MBG didukung digitalisasi agar proses pengawasan dapat dilakukan secara real time.
“Dengan sistem berbasis data, setiap tahapan, dari dapur, distribusi, hingga konsumsi dapat diawasi secara real time,” tegasnya.
Trubus optimistis bahwa MBG bukan sekadar kebijakan populis, tetapi bentuk nyata keberpihakan negara kepada rakyat kecil.
“Kalau anak-anak kita tumbuh dengan gizi baik, mereka akan menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan produktif. Itulah modal menuju Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan









