
Pantau - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak seluruh jajaran Kementerian Agama untuk mengedepankan Kurikulum Cinta sebagai strategi utama dalam menyelesaikan kasus-kasus intoleransi yang kembali marak terjadi di Indonesia.
Kurikulum Cinta Dinilai Efektif Bangun Generasi Humanis
Pendekatan Kurikulum Cinta menekankan nilai-nilai kemanusiaan seperti cinta kasih, kebersamaan, dan keharmonisan antarsesama.
"Sesungguhnya kasus intoleransi ini, tidak bisa diselesaikan di sektor hilirnya saja tapi di sektor hulunya harus lebih disentuh, maka itu saya mengedepankan pendekatan kurikulum cinta ini," ungkap Menag.
Nasaruddin menilai generasi muda, khususnya yang berusia di bawah 30 tahun, cenderung memiliki pandangan yang lebih humanis dan tingkat radikalismenya lebih rendah.
Karena itu, Kurikulum Cinta diyakini efektif diterapkan mulai dari tingkat sekolah hingga perguruan tinggi.
Mayoritas kelompok usia tersebut masih dalam tahap pembentukan karakter dan sangat potensial untuk dibina melalui pendekatan nilai-nilai kemanusiaan.
Intoleransi Harus Diselesaikan Secara Psikologis dan Komprehensif
Menag menekankan bahwa penyelesaian kasus intoleransi harus dilakukan secara bertahap dan damai dengan melibatkan semua pihak lintas agama dan kalangan masyarakat.
"Kasus intoleransi ini perlu diselesaikan secara psikologis. Jangan sampai nanti kita niatnya sangat bagus tapi dibaca oleh orang lain justru ini memprovokasi," ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar seluruh kebijakan yang diambil pejabat Kemenag bersifat sistematis dan komprehensif, bukan reaktif atau emosional.
"Maria kita berpikir secara profesional dan menyelesaikan persoalan dengan cara tenang," imbuhnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Nasaruddin dalam kegiatan Coffee Morning bersama para pejabat Eselon I dan II, staf ahli, staf khusus dan tenaga ahli menteri, kepala Kantor Wilayah Kemenag dari seluruh Indonesia, serta para rektor dan ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).
- Penulis :
- Ahmad Yusuf