
Pantau - Satgas Pangan Polri mengimbau masyarakat agar tidak melakukan panic buying beras menyusul munculnya kasus dugaan pelanggaran standar mutu beras oleh perusahaan produsen.
Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol. Helfi Assegaf menyatakan, "Kami sampaikan kepada masyarakat untuk tidak usah panic buying", menanggapi isu kekosongan stok yang beredar di beberapa media.
Koordinasi dengan Bapanas dan Pelaku Usaha untuk Jaga Pasokan
Satgas Pangan telah berkoordinasi dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Asprindo), ritel modern, serta pasar tradisional dan modern untuk memastikan ketersediaan beras tetap terjaga.
Koordinasi juga dilakukan agar seluruh produk beras yang beredar sesuai dengan standar mutu yang berlaku.
"Barang yang mungkin kemarin sudah terlanjur diproduksi dengan komposisi tidak sesuai, silakan dijual, tapi sesuai dengan harga dan isi komposisi tersebut. Artinya, kalau kualitasnya medium, jual dengan harga medium, tidak dengan harga premium", ungkap Helfi.
Polri juga berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk mempercepat distribusi beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) oleh Bulog ke ritel-ritel modern.
"Teman-teman Bapanas sudah membantu, meminta untuk Bulog segera mendistribusikan beras SPHP-nya, mengisi ritel modern supaya tidak terjadi kelangkaan", tambahnya.
Tiga Tersangka dari PT FS dan Proses Produksi Tetap Jalan
Satgas Pangan Polri menetapkan tiga karyawan PT FS sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran standar mutu beras.
Ketiganya adalah:
- KG (Direktur Utama PT FS)
- RL (Direktur Operasional PT FS)
- RP (Kepala Seksi Quality Control PT FS)
Mereka diduga memproduksi dan memperdagangkan beras premium yang tidak sesuai dengan standar mutu SNI Beras Premium Nomor 6128:2020.
Pelanggaran tersebut melanggar Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31 Tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras, serta Peraturan Bapanas Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras.
Meski proses hukum tengah berjalan, Polri tetap mengizinkan jalannya produksi dengan mempertimbangkan kepentingan ketersediaan pangan.
"Produksi silakan dilakukan. Nanti kalau sudah putusan inkrah, baru pengadilan yang akan menentukan, apakah diambil alih negara atau mungkin dikembalikan. Itu terserah putusan dari pengadilan", ujar Helfi.
- Penulis :
- Aditya Yohan