
Pantau - Ketua DPR RI Puan Maharani menilai permintaan maaf terbuka dari Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI), Didiek Hartantyo, atas insiden anjloknya KA 1 Argo Bromo Anggrek di Subang, sebagai langkah awal yang penting, namun belum cukup.
Permintaan Maaf Harus Diikuti Tindakan Nyata
Puan menyampaikan bahwa tanggung jawab publik tidak boleh berhenti pada simbol empati, tetapi harus diwujudkan melalui perbaikan sistemik di sektor transportasi nasional.
"Permintaan maaf itu baik, tapi jangan berhenti di situ. Yang dibutuhkan publik bukan sekadar simbol empati, tapi langkah konkret untuk membenahi sistem. Jangan sampai ini hanya menjadi gimik," tegas Puan.
Insiden anjloknya KA 1 Argo Bromo Anggrek terjadi pada Jumat, 1 Agustus 2025, di Stasiun Pagedenbaru, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Sebagai bentuk penyesalan, Didiek Hartantyo menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan membungkuk di hadapan publik, didampingi jajaran direksi saat konferensi pers.
Akibat kejadian tersebut, sebanyak 440 ribu pemilik tiket batal berangkat dan 17 perjalanan kereta dibatalkan.
Sebanyak 54 perjalanan lainnya mengalami keterlambatan pada hari berikutnya.
Puan mengapresiasi sikap Dirut KAI yang tidak menyalahkan pihak lain, dan menyebut hal itu mencerminkan karakter kepemimpinan yang patut dicontoh.
"Kita butuh lebih banyak pemimpin yang berani mengakui kesalahan, bukan yang sibuk mencari pembenaran. Kepercayaan publik bukan sesuatu yang diberikan secara otomatis, tapi harus diperjuangkan melalui transparansi dan tanggung jawab," ujarnya.
Dorongan Reformasi Menyeluruh Sistem Transportasi
Menurut Puan, permintaan maaf hanyalah bagian dari akuntabilitas awal.
Yang dibutuhkan masyarakat adalah reformasi menyeluruh dalam manajemen transportasi, khususnya kereta api.
Reformasi yang dimaksud meliputi perbaikan Standar Operasional Prosedur (SOP), mitigasi risiko kecelakaan, dan peningkatan kualitas layanan publik.
"Bukan hanya keretanya yang harus kembali ke rel, tapi juga kepercayaan rakyat juga harus bisa kembali. Itu tidak bisa dibangun hanya dengan kata-kata, tapi dengan pembenahan menyeluruh dan sikap bertanggung jawab," jelasnya.
Ia juga mendorong adanya evaluasi total terhadap koordinasi antara operator dan regulator kereta api.
Menurutnya, celah komunikasi dan lemahnya pengawasan teknis bisa menjadi penyebab utama insiden yang berdampak luas.
"Kurangnya koordinasi bisa memicu kelalaian yang fatal. Karena itu, setelah permintaan maaf, yang harus dilakukan adalah duduk bersama untuk merombak sistem transportasi yang ada," kata Puan.
Ia menyoroti pentingnya pembaruan teknologi dan digitalisasi dalam sistem monitoring dan pengendalian perjalanan kereta.
Langkah ini dinilai penting agar potensi gangguan bisa terdeteksi lebih dini, dan respons bisa dilakukan secara cepat dan terkoordinasi.
"Keselamatan penumpang adalah hal utama. Kita sudah tidak bisa lagi bergantung pada sistem manual. Keselamatan publik menuntut kecepatan, transparansi, dan teknologi yang mumpuni," pungkasnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf