
Pantau - Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, mengungkap adanya dugaan dapur fiktif dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Dugaan Manipulasi dengan Alasan "Kuota Penuh"
Nurhadi menjelaskan bahwa istilah “kuota penuh” yang digunakan BGN sebenarnya adalah bentuk penolakan mendadak terhadap calon dapur yang sudah lulus survei kelayakan.
“Kalau sistem bilang kuota penuh tapi di lapangan belum ada dapur, itu bukan salah teknis. Itu permainan yang mengunci kesempatan orang lain berkontribusi,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa banyak laporan dari lapangan menyebutkan calon dapur yang telah dinyatakan lulus survei di akun resmi BGN ditolak tanpa alasan yang jelas.
Padahal, kata Nurhadi, lokasi tersebut bahkan belum memiliki bangunan dapur sama sekali.
“Ini jelas kuota penuh fiktif. Faktanya, tidak ada pembangunan. Kalau alasannya kuota penuh, berarti ada tangan-tangan yang sengaja mengunci titik dapur itu,” tegasnya.
Forum Masyarakat Makan Bergizi Gratis (FMMBG) Jawa Barat juga mengungkap temuan serupa, yaitu data pendaftaran dapur yang mencantumkan status penuh padahal di lokasi belum ada satu pun pembangunan dapur.
Kerugian Calon Penyedia dan Seruan Transparansi
Nurhadi mengungkap bahwa banyak calon dapur telah mengeluarkan modal besar untuk memenuhi standar pembangunan dan pengadaan peralatan.
Nilai investasi tersebut bahkan bisa mencapai puluhan juta rupiah.
“Bayangkan, orang sudah keluarkan modal besar, sudah siapkan alat dapur, tapi dicoret begitu saja. Ini menghancurkan semangat masyarakat yang ingin mendukung program negara,” ia mengungkapkan.
Ia juga menyoroti penempatan kepala dapur atau Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang dinilai tidak kompeten.
“Yang sudah dilatih profesional selama tiga bulan justru tidak dipakai, malah digantikan orang yang tidak paham teknis,” katanya.
Nurhadi mendesak BGN untuk segera melakukan audit internal dan membuka data lapangan secara transparan.
Ia juga menekankan pentingnya menghapus sistem penguncian titik dapur yang rawan manipulasi.
“Kalau BGN tidak bersih-bersih, jangan salahkan publik kalau menilai MBG ini hanya proyek bagi-bagi jatah,” ujarnya.
“Anak-anak kita butuh makan bergizi, bukan jadi korban drama kuota dan titipan jabatan,” tutupnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti