
Pantau - Program Manager Komnas PT Nina Samidi menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia harus segera menegakkan kebijakan kemasan rokok standar tanpa penundaan demi melindungi kesehatan masyarakat.
Seruan Tegas dari Komnas PT
"Jika negara tetangga seperti Singapura bisa tegas mengambil keputusan untuk melindungi warganya, Indonesia juga harus berani menegakkan kebijakan kemasan standar tanpa menunda lagi," ungkap Nina.
Ia menjelaskan bahwa penerapan kemasan standar penting untuk menurunkan daya tarik rokok, melindungi kesehatan publik, serta mencegah munculnya generasi baru perokok.
Menurutnya, adanya tekanan dari industri rokok menjadi kendala utama dalam penerapan kebijakan tersebut, padahal kebijakan itu merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
PP Nomor 28 Tahun 2024 diterbitkan pada Juli 2024, dan sebulan setelahnya Kementerian Kesehatan mulai menyusun rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang kemasan standar rokok.
Namun hingga kini, aturan turunan itu belum juga terbit.
Aturan Kemasan Standar dan Penolakan Industri
Ketua RUKKI Mouhamad Bigwanto menjelaskan bahwa kemasan standar atau kemasan polos terstandar merupakan aturan mengenai informasi yang boleh, wajib, dan tidak boleh dicantumkan pada kemasan rokok.
Yang boleh dicantumkan, kata Bigwanto, hanya nama merek dan produk tanpa logo serta citra merek, jenis rokok, jumlah batang, dan identitas industri atau produsen.
Adapun yang wajib dicantumkan adalah pita cukai, peringatan kesehatan bergambar, label dan informasi kesehatan, warna kemasan, serta tulisan dengan jenis huruf standar.
Sementara itu, yang tidak boleh dicantumkan adalah segala bentuk iklan atau promosi produk.
"Hasil penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa penerapan kemasan standar efektif menurunkan minat anak muda untuk mulai merokok, meningkatkan keterlihatan peringatan kesehatan, serta mengurangi kesalahpahaman tentang bahaya produk tembakau," ujarnya.
Kementerian Kesehatan mengakui adanya banyak penolakan terhadap kebijakan ini, baik dari industri, masyarakat sipil, DPR, maupun beberapa kementerian dan lembaga.
"Tantangannya dalam perumusan kebijakan standardisasi kemasan ini, yang pertama, kita banyak mendapatkan penolakan-penolakan, surat-surat dari industri, bagaimana argumen-argumen yang dikeluarkan oleh klien dan industri, bahwa ini akan memicu banyak rokok ilegal dengan kemasan polos," jelas Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes, dr. Benget Saragih.
Ia menambahkan bahwa surat penolakan tersebut juga berisi keluhan terkait potensi hilangnya tenaga kerja serta kerugian pedagang kecil.
Meski begitu, Benget menekankan bahwa dukungan dari jaringan anti-tembakau, komunitas, dan masyarakat sipil sangat penting untuk mengawal kebijakan ini.
Ia menegaskan pentingnya konsistensi agar kebijakan standar kemasan rokok benar-benar dapat melindungi masyarakat.
- Penulis :
- Shila Glorya