
Pantau - Prof. Dr. Muhamad Syukur, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, dikenal luas sebagai pemulia tanaman yang telah menghasilkan berbagai varietas cabai unggul, dari yang super pedas hingga yang berwarna-warni.
Sejak mulai meneliti cabai pada 2003 saat menempuh studi doktoral, Syukur telah mendaftarkan lebih dari 30 varietas cabai unggul, sebagian di antaranya telah dilepas ke petani dan mendapatkan sertifikat hak kekayaan intelektual.
Salah satu varietas terkenalnya adalah Anies IPB, dirilis pada 2015 dan dinamai dari nama kecil almarhumah Prof. Sriani Sujiprihati, dosen pembimbingnya.
Varietas Unggulan Cabai: Dari Si Gemoy hingga Margi IPB
Prof. Syukur telah menciptakan berbagai varietas unik, seperti:
Si Gemoy: Cabai manis yang bisa langsung dikonsumsi karena tinggi vitamin C, baru saja mendapat SK pendaftaran.
Palurah IPB: Cabai super pedas berbentuk mirip jambu air dan 500 kali lebih pedas dari cabai biasa, potensial untuk produk kesehatan seperti koyo.
Triwarsana (Cabai Pelangi): Varietas cabai hias dengan buah beragam warna dalam satu batang.
Neno Tavi IPB: Varietas baru yang tahan terhadap perubahan iklim dan virus kuning keriting.
Margi IPB (2024): Cabai super pedas terbaru yang juga telah memiliki sertifikat HaKI.
Tak hanya cabai, ia juga menghasilkan varietas unggul tanaman lain seperti bunga matahari, marigold, okra, kacang tunggak, dan salak.
Berbagai inovasinya telah diakui melalui penghargaan nasional seperti Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa (2012) dan Dosen Berprestasi Nasional (2014).
Cabai: Potensi Ekonomi Tinggi dan Tantangan Produksi
Konsumsi cabai di Indonesia mencapai 1,7 juta ton per tahun, dengan rata-rata konsumsi per orang sebanyak 3 kg.
Dari sisi ekonomi, biaya produksi cabai per hektare mencapai Rp150–200 juta, dengan hasil panen 10–20 ton per musim tanam.
Keuntungan bisa berkisar antara Rp50–200 juta per hektare, tergantung harga pasar yang cenderung fluktuatif.
Namun, tantangan budi daya cabai tetap tinggi.
Musim kemarau rawan hama, sementara musim hujan rentan penyakit tular tanah dan virus kuning keriting.
Perubahan iklim memperparah kondisi ini, dan harga cabai yang naik turun sering membuat petani berpindah ke komoditas lain.
Di sisi lain, impor cabai olahan dari China dan India—seperti pasta dan bubuk—terus meningkat, mengancam pasar domestik.
Harapan dan Arah Pengembangan ke Depan
Prof. Syukur menekankan pentingnya dukungan pemerintah untuk pengendalian harga dan stabilitas pasar cabai nasional.
Ia juga mengingatkan pentingnya pemilihan varietas sesuai dengan kondisi lingkungan agar produksi optimal dan tahan terhadap penyakit.
Upaya peningkatan kualitas cabai—baik dari segi rasa pedas, ketahanan terhadap hama, maupun preferensi petani—menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan produksi.
Dengan inovasi berkelanjutan dan sinergi berbagai pihak, diharapkan kebutuhan cabai nasional dapat dipenuhi secara mandiri sekaligus memperkuat ketahanan pangan Indonesia.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf