
Pantau - Anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo menegaskan pentingnya peran pemerintah dalam mendukung hilirisasi dan perlindungan komoditas strategis demi meningkatkan nilai tambah serta daya saing produk pertanian dan perkebunan Indonesia.
Dorongan Regulasi untuk Hilirisasi dan Perlindungan Petani
Firman menjelaskan bahwa RUU tentang Komoditas Strategis yang sedang dibahas di DPR harus menjadi instrumen regulasi yang mendorong kemandirian industri nasional, memperkuat posisi petani, dan mengoptimalkan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian.
"Pengembangan hilirisasi, peningkatan nilai tambah, dan daya saing komoditas perkebunan melalui pengolahan produk di dalam negeri adalah kunci. Selama ini kita hanya puas mengekspor hasil perkebunan dalam bentuk bahan mentah," ungkapnya.
Ia menambahkan, komoditas strategis yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan antara lain kelapa sawit, kakao, kopi, tebu, karet, dan singkong.
Firman menilai singkong perlu ditetapkan sebagai komoditas strategis karena multifungsi, dapat dijadikan bahan baku pangan, etanol, hingga kertas.
"Kalau ini diatur dengan baik, akan menumbuhkembangkan perekonomian kita. Di Lampung, Jawa Tengah, hingga Sulawesi Selatan sudah ada pengembangannya," ujarnya.
Langkah Konkret dan Harapan terhadap Regulasi
Firman memaparkan sejumlah langkah yang perlu dilakukan pemerintah, mulai dari mendorong hilirisasi industri agar produk perkebunan diolah di dalam negeri, mengatur kebijakan impor dan ekspor secara ketat, meningkatkan investasi serta lapangan kerja melalui pengembangan industri hilir, hingga mengalokasikan anggaran riset dan pelatihan petani.
Selain itu, perluasan akses petani terhadap kredit lunak juga dinilai penting agar tidak hanya mengandalkan subsidi yang membebani APBN.
"Intensifikasi harus menjadi prioritas, bukan sekadar ekstensifikasi. Kita harus meningkatkan produktivitas agar lahan kehutanan tetap lestari," tegasnya.
Ia mencontohkan masalah rendahnya harga gula petani meskipun pemerintah menyebut terjadi kelangkaan pasokan.
"Jangan sampai industrinya dikembangkan, tetapi kesejahteraan petani semakin merosot seperti sekarang ini," katanya.
Firman menekankan urgensi pembahasan RUU dengan mempertimbangkan kontribusi besar sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional.
"Kelapa sawit itu menyumbang 41,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp622 triliun untuk negara. Kopi, karet, coklat, dan teh juga menyumbang besar. Saya rasa ini hal yang sangat penting," tuturnya.
Ia berharap regulasi yang akan disusun memberi kepastian hukum, memberikan dukungan nyata kepada petani dan pelaku industri, sekaligus menguatkan daya saing Indonesia di pasar global.
"Kalau ini dilakukan, target pemerintah yang dicanangkan Presiden Prabowo bisa segera tercapai," pungkasnya.
- Penulis :
- Shila Glorya







