
Pantau - Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud meluncurkan buku berjudul Aji Galeng dari Paser Utara Penjaga Negeri Peletak Peradaban yang mengangkat sosok Aji Galeng sebagai tokoh pemersatu Kesultanan Paser dan Kutai serta peletak dasar peradaban di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN).
IKN Dibangun di Atas Warisan Sejarah Ratusan Tahun
Rudy Mas’ud menegaskan bahwa kehadiran IKN tidak terjadi di ruang kosong, melainkan berdiri di atas fondasi peradaban yang telah terbentuk sejak ratusan tahun silam.
" Kehadiran IKN tidak terjadi di ruang kosong. Ia berdiri di atas warisan peradaban yang telah ada sejak ratusan tahun lalu," ujar Rudy saat peluncuran buku di Gedung Otorita IKN, Rabu, 17 September 2025.
Buku tersebut disusun oleh Yayasan Aji Galeng bekerja sama dengan Departemen Ilmu Sejarah Universitas Indonesia (UI), sebagai bagian dari upaya menggali dan mengenalkan kembali sejarah lokal yang selama ini jarang diangkat ke permukaan.
Rudy mengapresiasi seluruh pihak yang telah menyusun buku ini dan berharap akan lahir karya-karya sejarah serupa dari daerah lain di Kaltim.
" Semoga akan lahir karya sejarah dari Kutai, Kota Bangun, hingga daerah lainnya agar kita semua tetap terhubung dengan akar peradaban," katanya.
Aji Galeng, Tokoh Pejuang dan Pemersatu di Tanah IKN
Aji Galeng lahir pada tahun 1790 dari garis keturunan bangsawan Kesultanan Paser dan Kutai.
Ia dikenal sebagai tokoh kharismatik yang mempersatukan dua wilayah penting, Telake dan Balik, melalui hubungan politik antara dua kesultanan tersebut.
Wilayah yang dipersatukannya kini menjadi bagian dari Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegara, lokasi pembangunan IKN.
Pada 1819, Aji Galeng diangkat sebagai panglima perang oleh Sultan Kutai Kartanegara ke-16, Aji Muhammad Salehuddin.
Tahun 1820, ia memimpin pasukan melawan serangan Inggris di Muara Pahu, Toyu, dan Sepaku, yang bertujuan merebut kebun rotan dan sarang burung walet.
Setahun kemudian, pada 1821, Aji Galeng dinobatkan sebagai Panembahan dan memimpin wilayah Telake-Balik dari pusat pemerintahannya di Lembakan.
Tak hanya menjaga kekayaan negeri, Aji Galeng juga menjalankan tugas penting untuk mempersatukan rakyat di tengah ancaman kolonialisme.
Pada 1825, ia memimpin pertempuran sengit selama 93 hari di Sepaku melawan pasukan Belanda dan berhasil memukul mundur pasukan kolonial.
Perlawanan berlanjut pada 1880 ketika ia bersama cucunya, Aji Sumegong, kembali menggagalkan upaya Belanda menguasai sarang burung walet di Toyu dan Sepaku.
Aji Galeng wafat pada tahun 1882 dan dimakamkan di Lembakan. Ia dikenang sebagai simbol persatuan, penjaga kekayaan negeri, dan peletak peradaban di wilayah yang kini menjadi pusat pemerintahan baru Indonesia.
Warisan Sejarah untuk Membangun Jati Diri IKN
Ketua Yayasan Aji Galeng, Bambang Arwanto, mengatakan bahwa peluncuran buku ini merupakan upaya untuk menggali sejarah lokal yang dapat memberi inspirasi bagi pembangunan IKN.
" Dengan peluncuran buku ini, kita menggali sejarah tokoh lokal yang bisa memberikan spirit bagi pembangunan IKN, memupuk rasa patriot, cinta tanah air, dan membangun peradaban dengan semangat kebersamaan," ucap Bambang.
Rudy Mas’ud juga menegaskan pentingnya menjaga semangat kebangsaan dan jati diri masyarakat Kaltim yang dikenal sebagai miniatur Indonesia karena keberagaman suku, budaya, dan agama.
" Kaltim kaya, beragam, dan setia pada NKRI. Semangat persatuan dan nilai sejarah harus kita jaga, terlebih di tengah pembangunan IKN menuju kota dunia," ucap Rudy.
Peluncuran buku ini diharapkan menjadi momentum memperkuat identitas nasional, kecintaan pada tanah air, dan menjadikan pembangunan IKN tak hanya berorientasi pada infrastruktur, tetapi juga pada nilai-nilai luhur warisan leluhur.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf