
Pantau - Jawa Barat menjadi provinsi dengan realisasi tertinggi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) secara nasional pada 2025. Hingga 16 September, sudah tersalurkan 40.290 unit rumah subsidi atau 22,95 persen dari total nasional 175.549 unit.
Konsentrasi Permintaan di Penyangga Jakarta
Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menegaskan capaian ini mencerminkan tingginya kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia.
"Jawa Barat tertinggi, ada 40.290 unit, hampir seperempat dari realisasi nasional. Potensi permintaan rumah subsidi di Jawa Barat sangat besar," ujarnya saat Sosialisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan di Bandung.
Secara nasional, realisasi FLPP baru mencapai 50,16 persen dari target 350 ribu unit tahun 2025. Jawa Tengah menempati posisi kedua dengan 15.246 unit, disusul Sulawesi Selatan 14.157 unit, dan Banten 11.951 unit.
Di tingkat kabupaten, Kabupaten Bekasi mencatat realisasi tertinggi dengan 9.083 unit, diikuti Kabupaten Bogor 6.744 unit, dan Kabupaten Karawang 4.566 unit. Ketiganya berada di kawasan penyangga Jakarta yang menjadi pusat pertumbuhan permukiman baru.
Heru menilai permintaan rumah subsidi di Jawa terkonsentrasi di kawasan metropolitan, khususnya penyangga Jakarta. Namun, kemampuan bayar masyarakat masih menjadi kendala.
Tingkat kelolosan pengajuan kredit (approval rate) masih menjadi masalah utama karena banyak calon debitur ditolak bank akibat skor kredit rendah, termasuk dari pinjaman online.
"Ada yang ditolak karena pinjaman online Rp500 ribu. Nilainya kecil, tapi cukup membuat bank menolak. Ini tantangan soal bankability," kata Heru.
Dukungan Perbankan dan Asosiasi Pengembang
Dari sisi penyalur, Bank BTN mendominasi dengan 88.310 unit, disusul BTN Syariah 35.916 unit, dan BRI 17.033 unit.
Dari asosiasi pengembang, Real Estate Indonesia (REI) mencatat 73.171 unit, sedangkan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) 53.081 unit. Bank BJB menyalurkan sekitar 5.000 unit hingga pertengahan September.
Tren pembiayaan FLPP dalam tiga tahun terakhir fluktuatif: Rp25,15 triliun pada 2022, naik menjadi Rp26,32 triliun di 2023, lalu turun ke Rp24,57 triliun di 2024. Hingga 16 September 2025, pembiayaan sudah mencapai Rp22,02 triliun atau naik 43,06 persen dibanding periode sama tahun lalu.
Heru optimistis target 350 ribu unit bisa tercapai di akhir tahun. Pemerintah juga memperluas kerja sama dengan bank swasta seperti BCA, Artha Graha, dan Nobu, serta mendorong percepatan pembangunan oleh asosiasi pengembang.
Skema kredit yang ditawarkan mencakup DP 1 persen, bunga flat 5 persen, dan tenor hingga 20 tahun, dengan prioritas untuk MBR dan kepemilikan rumah pertama.
Tingkat keterhunian rumah subsidi tercatat tinggi. Survei semester I 2025 terhadap 29.966 unit menunjukkan keterhunian mencapai 92 persen, menandakan program benar-benar dimanfaatkan masyarakat.
- Penulis :
- Aditya Yohan