
Pantau - Juru bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menegaskan tidak semua impor tekstil dan produk tekstil (TPT) membutuhkan pertimbangan teknis (pertek), meluruskan opini yang menyebut kementeriannya sebagai penyebab PHK massal di sektor tersebut.
Klarifikasi Aturan Impor
Febri menjelaskan, dari total 1.332 pos tarif dalam kode HS industri TPT, sebanyak 941 HS atau 70,65 persen masuk kategori larangan terbatas (lartas) sehingga wajib memiliki pertek dan persetujuan impor (PI).
Selain itu, 980 HS atau 73,57 persen juga wajib laporan surveyor (LS).
Perbandingan aturan menunjukkan kewajiban pertek meningkat, dari 593 HS (44,51 persen) dalam Permendag 8/2024 menjadi 941 HS (70,65 persen) dalam Permendag 17/2025.
Namun, banjir impor TPT disebut terjadi karena banyak kode HS yang tidak terkena lartas, LS, atau PI, ditambah masuknya barang lewat kawasan berikat, impor borongan, maupun jalur ilegal.
Perkembangan Regulasi Sejak 2017
Pengaturan impor TPT menurut Febri selalu berbasis aturan resmi.
2017–Juli 2022: alokasi impor melalui rakortas Kemenko Perekonomian.
Juli 2022: Permenperin 36/2022, PI berbasis verifikasi kemampuan industri (VKI).
2023: VKI menyetujui 493 perusahaan dengan volume serat 142.644,85 ton (96,3% impor BPS) dan benang 373.416,42 ton (158,1% impor BPS).
2024: Permenperin 5/2024, PI berbasis pertek tahunan dengan 542 perusahaan disetujui. Volume serat turun menjadi 23.851,52 ton (19,3% impor BPS), sedangkan benang 147.259,01 ton (43,7% impor BPS).
Menurut Febri, angka tersebut menunjukkan perbaikan signifikan dalam kontrol impor serat dan benang dibanding 2023.
Sejak Agustus 2025, pengaturan impor pakaian jadi juga dilimpahkan perteknya ke Kemenperin, sehingga seluruh rantai TPT kini berada dalam satu koridor aturan.
Komitmen Transparansi
Febri menegaskan bila ada bukti kecurangan dalam penerbitan pertek impor TPT di internal Kemenperin, maka akan ditindaklanjuti untuk membersihkan praktik curang.
Pengecualian lartas tetap berlaku untuk kawasan berikat (KB), gudang berikat (GB), KPBPB, importir prioritas, PLB, KEK, AEO, MITA produsen, dan KITE.
Kemenperin memastikan pengaturan impor TPT dijalankan secara konsisten, transparan, dan akuntabel, dengan selektivitas untuk menyeimbangkan kebutuhan industri dan perlindungan produk dalam negeri.
- Penulis :
- Aditya Yohan