
Pantau - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyatakan siap menerima aduan dari korban keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa ratusan siswa di sejumlah kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
LBH Yogyakarta Buka Jalur Pengaduan
" Kami terbuka kalaupun misalnya ada korban yang mau melapor, LBH Yogya siap menerima itu," ujar Direktur LBH Yogyakarta Julian Dwi Prasetya saat dihubungi di Yogyakarta, Kamis.
Ia menegaskan, LBH Yogyakarta tidak menutup kemungkinan membuka pos aduan khusus apabila jumlah korban semakin meluas.
" Kalau sekarang belum, tapi kami enggak menutup kemungkinan kalau memang korbannya juga masif," katanya.
Menurut Julian, LBH Yogyakarta memiliki fokus dalam menangani kasus-kasus struktural yang berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM).
Dari perspektif HAM, kasus keracunan makanan dalam program MBG dinilai memiliki dimensi pelanggaran.
" Jadi ada dimensi yang sifatnya pasif maupun aktif. Misalnya soal kelalaian itu kan dimensinya pasif, atau terjadinya pembiaran. Orang ternyata keracunan enggak diapa-apain, itu termasuk pembiaran," ujarnya.
Ia menambahkan, pemberian makanan yang tidak layak konsumsi juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran aktif.
" Kedua-duanya tetap masuk ke dimensi pelanggaran," ucap Julian.
Jalur Hukum dan Tindak Lanjut Pemerintah
Julian menjelaskan, masyarakat memiliki sejumlah opsi jalur hukum apabila merasa dirugikan.
" Kalau misalnya mau melapor secara pidana atas dugaan individu, atau misalnya mau menuntut ganti rugi melalui gugatan perdata, atau misalnya menggugat perbuatan melawan hukum secara administrasi melalui PTUN," tuturnya.
Menurutnya, jalur PTUN dapat ditempuh apabila terdapat kesalahan di ranah kelembagaan.
" Misalnya secara institusi memang ada kesalahan, gitu. Mereka nggak membuat SOP yang jelas, standar, evaluasinya nggak jelas, monitoringnya nggak ada. Nah, itu kan bisa dianggap sebagai kesalahan secara institusi atau secara struktur," kata Julian.
Sementara itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY menyatakan tengah melakukan kajian kemungkinan penetapan kejadian luar biasa (KLB) terkait program MBG pasca-keracunan massal.
Kasus keracunan massal tercatat menimpa 393 siswa di Sleman sejak Agustus 2025, 497 siswa di Kulon Progo, serta 19 siswa di Gunungkidul.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menduga keracunan terjadi karena penyedia jasa katering terpaksa memasak sejak dini hari akibat pesanan yang melebihi kapasitas.
" Mungkin masaknya jam setengah dua pagi. Kalau sayur (dimasak) jam setengah dua pagi, baru dimakan jam delapan atau jam 10 ya mesti layu (basi)," ujar Sri Sultan di Yogyakarta, Jumat (19/9).
Untuk mencegah kasus serupa terulang, Sri Sultan menilai tenaga memasak di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) harus ditambah agar makanan tidak disiapkan terlalu dini.
- Penulis :
- Arian Mesa