
Pantau - Kementerian Agama RI menghadirkan metode edukasi unik bernama "Tepuk Sakinah" sebagai bagian dari bimbingan perkawinan untuk calon pengantin, guna menekan angka perceraian dan membentuk keluarga tangguh.
Pernikahan adalah komitmen seumur hidup antara dua insan dengan latar belakang berbeda.
Namun, frasa “hidup bersama dalam suka dan duka” tidak selalu tercermin dalam kenyataan, karena banyak pasangan gagal mempertahankan janji suci tersebut.
Banyak yang akhirnya memilih berpisah karena tak sanggup menghadapi persoalan rumah tangga.
Dampak Perceraian dan Pentingnya Persiapan Mental
Perceraian tidak hanya berdampak pada pasangan, tetapi juga anak-anak mereka.
Anak korban perceraian sering kali merasa terabaikan, kehilangan kepercayaan diri, dan mengalami gangguan psikis seperti overthinking.
Dalam jangka panjang, dampaknya bisa meluas ke tingkat bangsa karena mereka menjadi generasi yang rapuh dan kurang siap berumah tangga di masa depan.
Teori psikologi juga menyebutkan bahwa anak korban perceraian berpotensi mengulangi pola yang sama saat dewasa nanti.
Karena itu, pembinaan sebelum menikah menjadi sangat penting, terutama bagi generasi muda.
"Tepuk Sakinah": Inovasi Edukasi Perkawinan dari Kemenag
Melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama memperkenalkan program bimbingan perkawinan (bimwin) yang disesuaikan dengan karakteristik generasi muda.
Salah satu metode yang dikembangkan adalah "Tepuk Sakinah", sebuah pendekatan edukatif yang dikemas melalui lagu dan gerakan tangan, tubuh, serta kaki.
Metode ini menjadi viral di media sosial dan menarik perhatian publik.
Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad, menyatakan, "Tepuk Sakinah dibuat agar calon pengantin mudah mengingat lima pilar keluarga sakinah."
Lirik dari Tepuk Sakinah adalah:
"Berpasangan, berpasangan, berpasangan.
Janji kokoh, janji kokoh, janji kokoh.
Saling cinta, saling hormat, saling jaga, saling ridlo.
Musyawarah untuk sakinah."
Lima Pilar Keluarga Sakinah: Fondasi Rumah Tangga yang Setara
Lagu ini merujuk pada lima pilar keluarga sakinah yang dirumuskan Kemenag, yaitu:
- Zawaj (berpasangan)
- Mitsaqan ghalidzan (janji kokoh)
- Mu’asyarah bil ma’ruf (saling cinta, hormat, jaga, berbuat baik)
- Musyawarah
- Taradhin (saling rida)
Dalam konsep zawaj, terdapat nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kesalingan yang menolak budaya patriarki yang kaku.
Pilar ini menekankan bahwa rumah tangga seharusnya dijalankan secara setara, dengan suami-istri berbagi tugas dan keputusan berdasarkan musyawarah.
Ketika terjadi masalah, mengingat janji kokoh serta menerapkan prinsip saling ridlo menjadi kunci untuk menyelesaikan konflik dengan kepala dingin.
Keterampilan Rumah Tangga: Proses Seumur Hidup
Kemampuan berumah tangga tidak muncul secara instan.
Keterampilan ini perlu dilatih terus-menerus layaknya belajar naik sepeda: melalui proses trial and error.
Seorang suami yang mengidolakan sosok Siti Aisyah harus lebih dulu meneladani akhlak Rasulullah Muhammad.
Hanya mereka yang berupaya mendekati akhlak Rasulullah yang pantas berharap mendapatkan pasangan ideal.
Membangun keluarga adalah ruang belajar seumur hidup.
Layanan Pasca-Nikah: Serasi, Kompak, dan Lestari
Kementerian Agama juga menyediakan berbagai layanan lanjutan bagi pasangan setelah menikah, antara lain:
- Sekolah Relasi Suami-Istri (Serasi)
- Konsultasi dan Mediasi
- Pendampingan dan Advokasi (Kompak)
- Layanan Bersama Ketahanan Keluarga Indonesia (Lestari)
Semua program tersebut bertujuan membentuk keluarga Indonesia yang kuat dan berkualitas, demi mendukung lahirnya generasi penerus yang juga berkualitas.
Langkah ini sejalan dengan visi nasional menuju Indonesia Emas 2045.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf