
Pantau - Badan Gizi Nasional (BGN) memperketat pengawasan terhadap pengelolaan dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, guna mencegah terulangnya kasus keracunan makanan yang sebelumnya sempat terjadi.
Pelatihan dan Sertifikasi Jadi Syarat Utama
Langkah ini dimulai dengan meningkatkan pemahaman para penjamah makanan melalui pelatihan khusus.
"Kami sudah berikan pelatihan kepada penjamah makanan atau relawan SPPG (satuan pelayanan pemenuhan gizi) agar memahami semua standar itu," ungkap pejabat BGN, Enny Indarti.
Pelatihan ini wajib diterapkan oleh seluruh SPPG di Teluk Wondama demi memastikan program MBG memberikan manfaat maksimal, terutama dari aspek kebersihan dan keamanan pangan.
Enny menyatakan, "Dengan maraknya kasus keracunan MBG, kami merasa ini (pelatihan penjamah) sangat penting dan perlu."
Pelatihan tak hanya mencakup teknik kebersihan dasar, tetapi juga mendorong kepala SPPG untuk mendaftarkan relawan ke sistem pembelajaran jarak jauh Pelataran Sehat.
Partisipasi dalam Pelataran Sehat menjadi dasar penerbitan Sertifikat Layak Higienis Sanitasi (SLHS) dari dinas kesehatan.
"SLHS sangat dibutuhkan untuk menekan potensi keracunan makanan. Selain itu, BGN juga akan melakukan sertifikasi halal terhadap semua SPPG di Indonesia," jelasnya.
Sebagai upaya deteksi dini, BGN juga menyediakan rapid test kit untuk mendeteksi cemaran pestisida pada pangan segar, baik dari tumbuhan maupun hewan.
Kit ini digunakan untuk memastikan bahwa makanan yang disajikan tidak melanggar standar keamanan pangan.
"Ini bentuk komitmen kami untuk memastikan MBG yang disajikan benar-benar sehat, aman, dan higienis," tambah Enny.
Dampak Ekonomi dan Standar Baru Pengelolaan Dapur
Meski masih menghadapi sejumlah tantangan, Program MBG tetap memberi manfaat besar dalam pemenuhan gizi anak dan peningkatan ekonomi lokal.
Program ini tidak hanya fokus pada asupan gizi peserta didik, tetapi juga membuka lapangan kerja serta mendorong perputaran ekonomi daerah.
Setiap dapur SPPG mendapat alokasi anggaran sekitar Rp100 juta, yang sebagian besar digunakan untuk menyerap hasil produksi petani, nelayan, peternak, dan pelaku UMKM setempat.
"Perputaran dana tersebut mendorong aktivitas ekonomi di daerah sekaligus membuka lapangan kerja baru," ujar Enny.
Sebagai langkah pencegahan tambahan, BGN menetapkan aturan baru terkait kompetensi kepala dapur.
"Sekarang ada aturan baru. Kepala dapur SPPG minimal punya ijazah koki atau berpendidikan tata boga," tegasnya.
Langkah ini diharapkan dapat memperkuat pengelolaan Program MBG secara menyeluruh, dan ke depannya dapat dijalankan mandiri oleh masyarakat setempat.
Kepala BGN Regional Papua Barat, Erika Vionita Werinussa, menyampaikan bahwa pelatihan awal telah diikuti oleh 87 relawan dari dua dapur SPPG di Distrik Wasior.
Kedua dapur ini melayani sekitar 5.100 siswa dari jenjang TK/PAUD hingga SLTA.
"Semua relawan kami latih agar paham bagaimana mengolah dan menyajikan makanan yang aman," ujarnya.
Pelatihan akan terus diperluas untuk menjangkau seluruh dapur SPPG, termasuk tiga dapur baru yang akan segera beroperasi.
- Penulis :
- Aditya Yohan