
Pantau - Badan Pengawas Obat dan Makanan menegaskan penyediaan fasilitas produksi radioisotop dan radiofarmaka menjadi langkah penting untuk menjamin ketersediaan produk vital bagi penanganan kanker di Indonesia.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menyatakan fasilitas tersebut berperan strategis dalam transformasi kesehatan nasional.
"Fasilitas ini langkah penting dalam transformasi kesehatan nasional, khususnya untuk menjamin ketersediaan produk vital bagi penanganan kanker yang aman, bermutu, dan berstandar internasional," ungkap Taruna Ikrar.
Pernyataan tersebut disampaikan Taruna Ikrar saat peresmian fasilitas produksi radioisotop dan radiofarmaka PT Global Onkolab Farma.
PT Global Onkolab Farma merupakan anak perusahaan Kalbe Group yang berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur.
Peran Strategis Radiofarmaka
Fasilitas radiofarmaka merupakan sarana khusus di rumah sakit atau pusat produksi yang dilengkapi infrastruktur, peralatan, serta sumber daya manusia terlatih.
Fasilitas tersebut digunakan untuk memproduksi, menyiapkan, dan mendistribusikan obat radioaktif secara aman dan terkontrol.
Obat radioaktif dimanfaatkan untuk keperluan diagnosis dan terapi penyakit, khususnya kanker.
Taruna Ikrar menjelaskan fasilitas produksi radiofarmaka tersebut mampu menghasilkan radioisotop Fluorodeoxyglucose.
Fluorodeoxyglucose digunakan dalam pengoperasian pemeriksaan Positron Emission Tomography Computed Tomography Scan di rumah sakit.
Produk radiofarmaka yang dihasilkan adalah Radionuklida F 18 Fluorodeoxyglucose.
Produk tersebut telah memperoleh Nomor Izin Edar pada 2 September 2025.
Dukung Kemandirian Farmasi Nasional
Selain menjamin ketersediaan produk kanker, fasilitas radioisotop dan radiofarmaka dinilai mampu memperkuat ekosistem kemandirian farmasi nasional.
Penguatan kemandirian farmasi tersebut sejalan dengan amanat Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Kehadiran fasilitas di Sidoarjo dinilai memperluas jangkauan pemenuhan radiofarmaka ke wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.
Fasilitas ini juga membantu mengatasi keterbatasan logistik yang selama ini menghambat layanan radiofarmaka.
Taruna Ikrar menyoroti urgensi fasilitas radiofarmaka mengingat tingginya angka kasus kanker di Indonesia.
"Kanker adalah penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia. Menurut Global Cancer Observatory Globocan, pada tahun 2025 di Indonesia diperkirakan terdapat 433.966 kasus kanker dengan 260.511 kasus kematian atau sekitar 60 persen akibat penyakit tersebut," jelasnya.
Dalam menjalankan fungsi perlindungan masyarakat, BPOM memastikan percepatan perizinan fasilitas dilakukan tanpa mengorbankan standar mutu.
Taruna Ikrar menegaskan BPOM telah diakui secara global sebagai World Health Organization Listed Authority.
Pengakuan tersebut menunjukkan standar produk Indonesia setara dengan standar lembaga regulator kelas dunia.
- Penulis :
- Aditya Yohan








