Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Program MBG Harus Penuhi Tiga Pilar: Gizi, Keamanan, dan Kehalalan untuk Perbaikan SDM Indonesia

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Program MBG Harus Penuhi Tiga Pilar: Gizi, Keamanan, dan Kehalalan untuk Perbaikan SDM Indonesia
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Penyiapan menu makan bergizi gratis. ANTARA/Muhammad Zulfikar.)

Pantau - Program Makan Bergizi (MBG) yang dijalankan pemerintah dan berbagai institusi bertujuan utama memperbaiki kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui penyediaan makanan sehat, terjangkau, dan merata, khususnya bagi anak-anak sekolah dan kelompok rentan.

MBG Bukan Sekadar Pemberian Makanan, tapi Strategi Nasional Gizi

Agar benar-benar bermanfaat, program MBG tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan gizi, melainkan harus berbasis pada tiga pilar utama: gizi seimbang, keamanan pangan, serta kehalalan dan thayyib.

Dengan pendekatan ini, MBG harus menghadirkan makanan yang sehat, aman, halal, dan baik (halalan thayyiban), sesuai dengan kebutuhan fisik dan keyakinan masyarakat Indonesia.

Pada tahun 2025, Indonesia mencatat kemajuan signifikan dalam penanganan gizi.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, angka stunting nasional turun menjadi 19,8 persen.

Pemerintah menargetkan penurunan lebih lanjut menjadi 18,8 persen pada akhir 2025.

Meski membaik, angka ini masih jauh dari target ideal WHO yang berada di bawah 14 persen.

Peran MBG menjadi sangat krusial dalam upaya mencapai target tersebut, sekaligus mempercepat perbaikan gizi masyarakat secara nasional.

MBG diharapkan bukan hanya sebagai program pemberian makan, tetapi juga sebagai strategi nasional peningkatan kualitas gizi, dengan pedoman gizi seimbang.

Menu MBG harus mencakup porsi karbohidrat, protein, sayuran, buah, dan susu, sebagaimana dalam konsep 4 sehat 5 sempurna yang kini diperbarui dengan aspek halal dan thayyib.

Untuk memastikan menu yang tepat sasaran dan berkualitas, kehadiran ahli gizi di setiap dapur MBG sangat penting.

Tugas ahli gizi mencakup penyusunan menu dalam skala besar, penyesuaian kebutuhan energi dan mikronutrien anak, serta pemantauan variasi dan kondisi gizi penerima.

Tanpa keterlibatan tenaga ahli, menu MBG rentan seadanya dan tidak memenuhi standar kesehatan.

Kasus Keracunan Jadi Sorotan, Pemerintah Diminta Perketat Standar

Meski memiliki dampak besar, pelaksanaan MBG di tahun 2025 juga diwarnai masalah serius berupa kasus keracunan makanan.

Menurut data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), tercatat 6.452 kasus keracunan yang terkait langsung dengan program MBG sepanjang tahun ini.

Fenomena ini tidak hanya menjadi sorotan publik, tetapi juga perhatian internasional.

Penyebab utama kasus keracunan diduga berasal dari:

  • Bahan pangan yang tidak segar
  • Penyimpanan tanpa rantai dingin
  • Dapur yang tidak memenuhi standar kebersihan
  • Distribusi makanan yang tergesa-gesa dan tanpa kontrol mutu

Fakta-fakta ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan terhadap aspek keamanan pangan dalam pelaksanaan MBG.

Untuk mengatasi hal tersebut, penerapan standar HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) menjadi sangat penting.

Pemerintah perlu mewajibkan setiap dapur MBG menerapkan sistem pengawasan titik kritis mulai dari penerimaan bahan, proses penyimpanan, pengolahan, hingga penyajian.

Audit berkala dan uji laboratorium sederhana juga harus diterapkan sebagai bagian dari sistem kontrol mutu.

Selain aspek gizi dan keamanan, kehalalan makanan juga harus menjadi pilar utama program.

Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Sertifikasi halal tidak hanya memastikan makanan MBG aman secara fisik, tetapi juga memenuhi keyakinan dan nilai-nilai masyarakat Indonesia.

Penulis :
Aditya Yohan