Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

IJTI Tegaskan Kemerdekaan Pers Usai Pencabutan Identitas Liputan Jurnalis CNN Indonesia

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

IJTI Tegaskan Kemerdekaan Pers Usai Pencabutan Identitas Liputan Jurnalis CNN Indonesia
Foto: (Sumber: Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan. ANTARA/HO-IJTI/pri..)

Pantau - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menegaskan pentingnya kemerdekaan pers sebagai hak yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, menyusul pencabutan kartu identitas liputan Istana yang dialami oleh jurnalis CNN Indonesia berinisial DV.

Pencabutan Identitas Dinilai Hambat Kerja Jurnalistik

Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, menyampaikan bahwa tindakan pencabutan kartu identitas tersebut dapat dilihat sebagai bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik.

"Tindakan pencabutan kartu identitas liputan dapat dipandang sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik, yang justru berpotensi membatasi akses publik terhadap informasi," ungkapnya di Jakarta, Senin (29/9).

Insiden ini terjadi setelah DV mengajukan pertanyaan kepada Presiden Prabowo Subianto terkait Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) saat kunjungan ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Sabtu (27/9).

Setelah sesi wawancara itu, kartu identitas liputan Istana milik DV dilaporkan dicabut, memicu reaksi dari berbagai kalangan, termasuk IJTI.

"IJTI menyatakan keprihatinan atas penarikan kartu identitas liputan Istana dari rekan jurnalis DV yang dilakukan setelah ia bertugas menjalankan fungsi jurnalistik," kata Herik Kurniawan.

IJTI: Pertanyaan DV Relevan dan Sesuai Etika Jurnalistik

Menurut IJTI, pertanyaan yang diajukan DV masih dalam koridor etika jurnalistik dan memiliki relevansi dengan kepentingan publik.

Presiden Prabowo Subianto pun memberikan jawaban informatif mengenai Program MBG, yang justru seharusnya memperkaya wawasan publik tentang kebijakan pemerintah.

IJTI juga mengingatkan pentingnya menjunjung tinggi aturan hukum yang melindungi kemerdekaan pers, sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan pasal 4 ayat (2) dan (3) dapat dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.

IJTI mengajak semua pihak untuk menjaga nilai-nilai demokrasi, menghormati kebebasan pers, serta memastikan hak publik untuk memperoleh informasi tetap terjamin.

Penulis :
Ahmad Yusuf