
Pantau - Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden keracunan massal dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat, yang kini telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Nurhadi menilai insiden ini merupakan sinyal kuat perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG dari hulu ke hilir.
"Program ini sejatinya dimaksudkan untuk meningkatkan gizi anak-anak sekolah, namun kejadian ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap aspek pengolahan, distribusi, dan pengawasan mutu makanan," ungkapnya.
Hampir Seribu Siswa Keracunan, Evaluasi Total Akan Dilakukan
Hampir 1.000 siswa dari berbagai jenjang pendidikan mengalami gejala keracunan, seperti mual, muntah, dan sesak napas, usai mengonsumsi makanan MBG.
Kasus tersebar di empat kecamatan, yaitu Lembang, Cisarua, Parongpong, dan Cipongkor.
Sampel makanan dan muntahan korban telah diambil untuk keperluan uji laboratorium guna memastikan sumber pasti kontaminasi.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG di seluruh provinsi Jawa Barat.
Nurhadi mendesak Badan Gizi Nasional (BGN), pemerintah daerah, dan lembaga terkait untuk segera melakukan investigasi terhadap penyebab pasti keracunan.
Ia juga menekankan pentingnya peningkatan standar higienis dan sanitasi dapur penyedia makanan MBG.
"Apabila diperlukan, pelaksanaan MBG di dapur-dapur yang belum memenuhi standar dapat dihentikan sementara sampai hasil investigasi keluar," tegasnya.
DPR Usulkan Batas Maksimal Porsi dan Reformasi Dapur MBG
Nurhadi mengusulkan adanya pembatasan jumlah porsi per dapur MBG, yaitu maksimal 2.000 porsi per hari, sebagai bentuk pengendalian beban dan jaminan kualitas makanan.
"Kami mengusulkan pembatasan jumlah porsi per dapur, misalnya maksimal 2.000 porsi per hari. Pembatasan ini penting agar kualitas, kesegaran, dan pengawasan makanan lebih mudah terjaga serta beban kerja penyedia lebih seimbang," katanya.
Langkah ini juga, menurutnya, akan mempermudah sekolah dan pemerintah dalam melakukan pengawasan operasional.
Nurhadi menegaskan bahwa Komisi IX DPR tetap mendukung program peningkatan gizi siswa, namun menekankan bahwa keselamatan dan kesehatan penerima manfaat harus menjadi prioritas utama.
"Dengan pembenahan tata kelola, pengawasan yang lebih ketat, dan pembatasan porsi per dapur, kami optimistis program MBG dapat berjalan kembali dengan lebih aman dan tepat sasaran," ujarnya.
Ia mengingatkan pentingnya percepatan program MBG yang tetap dikendalikan secara hati-hati.
"Percepatan tanpa kendali ibarat ‘menginjak gas tanpa mengatur kemudi’ berisiko menimbulkan kecelakaan, korban, dan keracunan massal," tuturnya.
Nurhadi menilai penyebab utama keracunan adalah lemahnya manajemen dapur, termasuk kurangnya kompetensi kepala dapur dan minimnya keterlibatan ahli gizi.
"Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh dan pembatasan jumlah penerima manfaat per dapur menjadi langkah proporsional untuk mencegah beban berlebih dan menjaga kualitas layanan," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti